Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sukarjo, dari Preman Jadi Kades Petani

Kompas.com - 20/10/2009, 08:09 WIB

KOMPAS.com - Siapa itu Sukarjo ? Jika pertanyaan tersebut dilontarkan 12 tahun lalu, warga Desa Sukoharjo Ngalik, Sleman bakal menjawab Sukarjo itu preman. Namun jika pertanyaannya dijawab sekarang, Sukarjo adalah petani yang juga kepala desa.

Sukarjo (49) baru 1,5 tahun menjabat. Namun ketika peringatan Hari Pangan Sedunia di DIY dua pekan lalu ia ditunjuk mewakili kepala-kepala desa se-DIY menerima bantuan 500-an bibit sukun sebagai program diverifikasi pangan dan penghijauan desa , tentu ada alasannya.

Salah satu alasannya ialah, Sukarjo dianggap sukses memberdayakan tanah bengkok dan mengajak masyarakat untuk menyelami pertanian dan banyak menanam pohon . Tanah bengkok yang oleh banyak kepala desa hanya disewakan, di tangan Sukarjo, tanah bengkok ditanami aneka macam.

Tanah bengkok seluas sembilan hektar ditanami ketela pohon dan cabai. Ketela pohon juga ditanam di lahan miliknya yang seluas 2.000 meter persegi lebih. Dari hasil bertaninya ini, dalam sebulan Sukarjo bisa mendapat keuntungan Rp 30 juta lebih.

Dari daun ketela ketela pohon saja, yang didapat sudah lebih Rp 4 juta per bulan. Konsumennya adalah sejumlah rumah makan padang. Saat ini Sukarjo bisa mempekerjakan 25 orang, yang sebagian adalah warga. Beberapa petani lain warga desa yang sudah melihat cara bertaninya, lantas terinspirasi meniru. Beberapa tenaga kerjanya pun sudah mengundurkan diri karena ingin mandiri sebagai petani. Tapi, sejatinya hal itulah yang diinginkan Sukarjo.

Titik tolak hidup Sukarjo yang akrab dipanggil Gandung ini bermula tahun 1998, saat dia jenuh dengan dunianya: sebagai tenaga kontrak perusahaan kayu, sekaligus preman, tukang onar, dan tukang judi. Namun di sisi lain, kejenuhan itu tampaknya berbarengan dengan keinginannya menanam padi.

"Saya ingin menanam padi, juga menanam apa saja. Mungkin karena orang tua saya adalah petani, yang ditanam dikonsumsi sendiri dan rasanya kok enak. Saya lantas bilang ke orang tua dan saudara bahwa saya mau nggarap sawah, eh mereka ketawa. Sepertinya mereka nggak percaya bahwa saya yang sering gonta-ganti sekolah karena berkelahi ini, mau jadi petani," ujar lelaki tamatan SMP ini.

Namun karena berani ditantang, akhirnya sebagian tanah milik keluarga bisa didapat. Sukarjo lalu minta bantuan beberapa petani asal Magelang untuk bercocok tanam, dan ia sendiri berguru pada mereka. Nada sinis plus ditertawakan sering diterima, sehingga dalam bertani Sukarjo seperti petani yang single fighter , sendirian,

"Orang lebih gampang percaya jika melihat saya membawa kartu untuk judi dan keluyuran buat onar, ketimbang melihat saya mengangkut bibit dan menyentuh tanah. Karena itu, dulu kalau saya ke lahan, seringnya malam-malam karena agak malas ketemu warga dan dicurigai melulu. Kalau saya membawa bambu untuk tonggak tanaman cabai, lha nanti malah dikira mencuri bambu, hahahaha," ujarnya.

Walau Sukarjo sudah menjadi petani sejak tahun 1998 dan warga desa melihat gambaran kerjanya, urusan maju sebagai calon kades tetap tak mudah. Butuh kerja keras menyakinkan warga bahwa ia sekarang punya dunia baru, yaitu bertani, dan dia ingin memajukan desa lewat pertanian. Ia berprinsip jadi petani bisa kaya asal strateginya tepat.

Sekitar 20 tahun menjadi preman dan penjudi, dianggap Sukarjo cukup untuk memberinya karakter tak kenal takut dan tak ragu berspekulasi. "Seperti menanam cabai dan ketela, ya tanam saja. Rugi ya sudah, tapi besok coba menanam lagi. Jika rugi lagi ya menanam lagi. Kalau tetap rugi ya apes. Judi dan bertani sama-sama gambling. Dulu, uang jutaan saja bisa lenyap di meja judi dalam semalam dan saya tidak sedih. Masa sekarang saya takut berspekulasi, padahal istri dan anak saya mendukung," ujarnya.    (Lukas Adi Prasetya) 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com