KOMPAS.com — Denmark hanyalah negara kecil. Jumlah penduduknya pun tak mampu menyamai Jakarta yang jumlah warganya kini mencapai sekitar 10 juta.
Dengan luas wilayah sekitar 43.100 kilometer persegi dan jumlah penduduk sekitar 5,475 juta orang, Denmark menjadi sebuah negara yang sering terlewatkan dalam pembicaraan global untuk berbagai hal. Sebagai anggota Uni Eropa, sosok Denmark sering ”tertelan” oleh kebesaran Inggris, Jerman, atau Swiss.
Negara yang sering disebut sebagai negeri dongeng itu, karena khazanah dongengnya yang luas dengan kehadiran Hans Christian Andersen, sejak tahun 1970-an dengan berani mencanangkan diri untuk meninggalkan ketergantungannya pada minyak.
Perkembangan selanjutnya, ketika isu pemanasan global menjadi tantangan utama dunia, kebijakan itu hanya mengubah terminologinya, yakni Denmark ingin memimpin lepas dari ketergantungan pada bahan bakar fosil, penyebab pemanasan global yang memicu terjadinya perubahan iklim.
Denmark kemudian menunjukkan kepada dunia bahwa dengan kebijakan yang konsisten dan dijalankan terus-menerus, pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan ternyata menjadi mungkin.
Saat ini justru banyak negara besar, negara-negara yang dianggap sebagai pemimpin atau pelopor dunia, enggan mengambil kebijakan seperti yang dilakukan Denmark. Padahal, kebijakan seperti itu yang saat ini amat dibutuhkan guna mendorong aksi dunia menghambat laju pemanasan global. Kini perundingan menjadi terhambat karena sejumlah pihak yang memiliki pengaruh, seperti Jepang, Australia, dan Kanada, justru enggan mengurangi emisinya karena khawatir pertumbuhan ekonominya terganggu.
Keputusan drastis
Dari awalnya sebagai negara yang tidak memiliki kementerian energi, Denmark yang hanya memiliki cadangan minyak di Greenland—semula masuk wilayah otoritas Denmark, tetapi 21 Juni Greenland telah merdeka—mengambil keputusan drastis dan berani dengan mengambil sejumlah langkah strategis. Berbasis kebijakan itu, Denmark kini menjadi produsen energi terbarukan terbesar di dunia.
Tidak banyak yang tahu bahwa sejak sekitar tiga dekade lalu Denmark telah melakukan langkah-langkah berani diawali dengan mengambil kebijakan penting pembangunan, terutama di sektor energi.
Langkah-langkah kebijakan tersebut meliputi penghematan energi, penggunaan energi terbarukan, penerapan pajak energi, pengembangan teknologi energi, serta penggunaan biofuel pada transportasi dari 5,75 persen pada tahun 2010 meningkat menjadi 10 persen pada tahun 2020 sejalan dengan target negara-negara Uni Eropa.
Sebagai contoh dari keseriusan Pemerintah Denmark untuk menekan penggunaan energi fosil adalah hamparan turbin angin di Pulau Samsoe, yang kini sama sekali tidak menggunakan bahan bakar fosil.
Terjemahkan tantangan
Keseriusan Pemerintah Denmark tampak dari beberapa langkah strategis yang menyangkut manajemen pemerintahan, infrastruktur keuangan/bisnis, serta niat menerjemahkan tantangan perubahan iklim yang menghadang masa depan dunia.
Dari manajemen pemerintahan, langkah Denmark membentuk Kementerian Iklim dan Energi merupakan indikasi keseriusan pemerintah mengatasi problem lingkungan dan iklim. Kedua area itu secara natural selalu berbenturan kepentingan.
Meski masih menyisakan persoalan dengan emisi karbon yang dikeluarkan armada jasa angkutan lautnya, Maersk, yang merupakan armada terbesar di dunia, apa yang dilakukan Denmark membutuhkan keberanian besar. Hasil nyata diraih setelah tiga dekade perubahan dilakukan. Sekarang Denmark menikmati pertumbuhan ekonomi 70 persen, sementara tingkat konsumsi energinya relatif stabil.
Dengan menjadi berbeda, Denmark agaknya pantas menjadi tuan rumah Pertemuan Para Pihak Ke-15 (COP-15). Bayang-bayang Jerman dan Swiss rasanya telah mampu dilepaskan dengan ”menjadi berbeda”.
Menteri Iklim dan Energi Connie Hedegaard yang suka mengayuh sepeda lipat saat ke kantor ini pun berani bersikap berbeda. Pada pertemuan para menteri dari 181 negara di Bonn, Jerman, awal Juni lalu, dia mengecam negara maju yang dikatakannya, ”hanya janji melulu, tetapi tak pernah mewujudkan janjinya” tentang janji memberikan bantuan dana adaptasi.
Dengan pemerintahan yang tegas dalam menyikapi ancaman perubahan iklim dan tegas dalam menyikapi situasi politik global terkait perubahan iklim, Denmark dengan Connie di dalamnya pantas menjadi acuan dan menjadi tempat belajar.
Tulisan yang disajikan kali ini berusaha mengungkapkan sikap dan latar belakang kebijakan Pemerintah Denmark sehingga negeri dongeng tersebut kini mampu berdiri di baris terdepan secara global menghadapi tantangan perubahan iklim. (Brigitta Isworo Laksmi)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.