Kupang, Kompas -
Ketua Asosiasi Pengumpul dan Pengolah Biji Jarak Pagar NTT Stanis Tefa mengatakan hal itu di Kupang, Rabu (29/7). ”Pemerintah hanya bisa membuat program, menghitung keuntungan dari budidaya jarak pagar, dan berbicara di berbagai kesempatan, tetapi tidak mampu merealisasikan program itu.”
Program jarak pagar itu diluncurkan tahun 2006 dengan dukungan dana pemerintah Rp 300 miliar hingga tahun 2007. Pelaksanaannya melalui dinas perkebunan, dinas koperasi, serta dinas tenaga kerja dan transmigrasi. Kuota pengembangan jarak pagar untuk NTT 620.000 hektar terhitung sejak tahun 2006 hingga 2012.
”Tidak ada pohon jarak yang tumbuh dan berkembang di NTT dari kebijakan, kecuali yang tumbuh secara alamiah di hutan-hutan. Kami mengumpulkan biji jarak dari kawasan hutan untuk dikirim ke luar negeri dari tahun 2007 sampai hari ini,” kata Tefa.
Ia menyebutkan, iklim NTT yang didominasi kemarau panjang cocok untuk mengembangkan jarak pagar. ”Kualitas biji jarak dari NTT sangat baik untuk menghasilkan minyak yang berkualitas pula. Sejumlah negara terus meminta pengiriman biji jarak dalam jumlah besar, tetapi persediaan terbatas,” ucap Tefa.
Menurut dia, setiap 3-4 bulan PT Jatropha Timor Group yang dipimpinnya hanya mengirim 10-20 ton biji jarak ke Jepang, Jerman, dan China. Sementara permintaan dari negara-negara itu sampai 1.000 ton per bulan.
Meski budidaya jarak gagal total, pemda telah membangun sejumlah pabrik pengolahan biji jarak di Kota dan Kabupaten Kupang, Flores Timur, dan Sumba Barat. Saat ini pabrik-pabrik itu tak beroperasi. Gedung pabrik menjadi tempat ternak sapi dan kambing. ”Kebun jarak pagar belum dibudidayakan, pabriknya sudah dibangun,” katanya.
Staf Dinas Pertanian dan Perkebunan NTT, Ignas Funan, membantah budidaya jarak pagar gagal. Tanaman itu tidak mati pada musim kemarau, tetapi daun-daunnya gugur.