Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kajian Diversitas Komodo

Kompas.com - 28/07/2009, 17:27 WIB

Oleh M. Syamsul Arifin Zein

KOMPAS.com - Terbitnya Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 384/Menhut-II/2009 tanggal 13 Mei 2009 tentang pemberian izin menangkap 10 ekor komodo di pulau Flores telah menimbulkan reaksi dari para ahli dan masyarakat pemerhati satwa endemik ini, seperti yang dimuat Kompas tanggal 23 Juli 2009.

Sejak tahun 2004 antara Pusat Penelitian Biologi-LIPI dengan Universitas Florence (Italia) telah ditandatangani perjanjian kerjasama dalam melakukan kajian diversitas genetik komodo yang diharapkan hasilnya dapat digunakan sebagai dasar dalam mengambil keputusan dan tindakan konservasi baik secara in-situ atau ex-situ oleh pemegang kebijakan dengan dasar kajian ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan. Beberapa hasil kajian telah selesai dilakukan, namun ada yang sedang dalam proses analisis laboratorium.

Kajian molekuler genetika konservasi merupakan salah satu bagian aplikasi ilmu genetika yang bertujuan mempertahankan spesies sebagai entitas yang dinamis untuk mengatasi perubahan lingkungan. Saat ini, aplikasi teknologi DNA dalam bidang konservasi telah membuka fenomena baru dalam memberikan informasi dasar yang akurat dalam memberikan solusi.

Sejak berkembangnya teknologi Polymerase Chain Reaction (PCR), analisis DNA semakin cepat, praktis, dan mudah, kemudian telah menjadi lengkap dengan berbagai penciri DNA (DNA marker) yang siap diaplikasikan. Akurasi analisis genetik lebih akurat dengan menggunakan teknik sekuensing yang dapat langsung memberikan informasi diversitas urutan nukleotida dari suatu gen atau non gen.

Analisis genetik genom DNA mitokondria telah digunakan secara luas dalam mempelajari evolusi, struktur populasi, aliran gen, hibridisasi, biogeografi, dan filogeni (Morizt et al., 1987). Dalam usaha pengembangan populasi komodo, faktor manajemen diperlukan untuk mempertahankan keberadaan populasi melalui program pengkayaan genetik baik dalam penangkaran in-situ maupun ex-situ, dimana dasar informasi dapat diidentifikasi melalui rekonstruksi filogenetik dari suatu populasi (Moritz et al., 1996).

Variabilitas genetik yang tinggi dapat mengatasi tekanan akibat perubahan lingkungan (Avise, 1994; Hartl, 2000). Selain itu heterozigositas yang tinggi dari suatu populasi merupakan dasar yang baik untuk pengembangan populasi selanjutnya.

Penanda molekuler yang sesuai untuk merekonstruksi filogenetik populasi adalah variasi urutan DNA mitokondria. Kelebihan dari DNA mitokondria adalah kecepatan evolusi yang relatif tinggi, pewarisan secara maternal, dan ukurannya yang relatif kecil sehingga mudah diteliti (Li & Graur 1991; Taberlet, 1996). Genom DNA mitokondria berbentuk sirkuler, berisi 13 gen penyandi protein, 22 gen transfer RNA (tRNA), 2 gen ribosoma (rRNA), dan daerah kontrol (control region/D-Loop) dengan panjang sekitar 16.000-18.000 pasang basa.

Kajian keragaman genetik komodo telah dilakukan dengan menggunakan control region DNA mitokondria. Keragaman sekuen control region DNA mitokondria dapat memberikan gambaran yang jelas dan akurat untuk memprediksi perkembangan populasi komodo dihabitat alam maupun dalam penangkaran. Informasi diversitas genetik merupakan dasar penting dalam program pengkayaan genetik populasi komodo di suatu kawasan. Selain itu dapat membantu menentukan kebijakan pengembangan dan konservasi komodo.

Kajian diversitas genetik telah dilakukan dengan 154 sampel darah komodo yang dikoleksi dari pulau Flores Utara, Flores Barat, Gili Montang, Nusa Kode, Rinca, dan pulau Komodo. Hasil analisis menunjukkan bahwa populasi komodo hasil kajian sekuen control region DNA mitokondria terdapat 8 haplotipe. Haplotipe dapat diartikan secara sederhana sebagai model urutan sekuen DNA, kemudian kita beri nama haplotipe 01, 02, 03, 04, 05, 06, 07, dan 08, secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 1 (lihat gambar 1).

Sebaran haplotipe komodo berdasarkan populasi dibeberapa titik penangkapan di pulau komodo, Rinca, Gili Montang, Nusa Kode, Flores Utara, dan Flores Barat. Hasil tersebut menunjukkan bahwa masing-masing lokasi mempunyai sebaran haplotipe yang berbeda dan ditunjukkan dengan warna yang berbeda (Gambar 1).

Pulau komodo mempunyai 3 haplotipe (06, 07, dan 08), pulau Rinca mempunyai 4 haplotipe (03, 04, 05, dan 08), pulau Gili Montang mempunyai 1 haplotipe (04), pulau Nusa Kode mempunyai 1 haplotipe (05), Flores Utara mempunyai 2 haplotipe (01 dan 02), dan Flores Barat mempunyai 3 haplotipe (01, 03, dan 04).

Hasil kajian ini menunjukkan bahwa populasi komodo di pulau komodo mempunyai haplotipe yang berbeda dengan populasi komodo di pulau lainnya, sedangkan populasi komodo di Flores Barat berhubungan erat dengan populasi di Gili Montang, Nusa Kode, dan Rinca. Namun demikian ada haplotipe yang khas di Flores Barat dan Flores Utara, yaitu haplotipe 01 dan 02. Haplotipe ini tidak terdapat di daerah lainnya, artinya haplotipe 01 dan 02 mempunyai peran penting di habitat alam dalam memperkaya keragaman genetik komodo dan harus diawasi dan dikonservasi di habitat aslinya.

Selain itu diversitas genetik yang rendah ditunjukkan populasi komodo di pulau Gili Montang dan Nusa Kode (1 haplotipe) sehingga boleh dikatakan secara genetis keadaannya sudah kritis. Artinya betapa penting populasi komodo di pulau Flores untuk memperkaya keragaman genetik komodo di daerah konservasi utama, yaitu di pulau komodo dan pulau-pulau sekitarnya.

Kajian lebih lanjut diversitas genetik masih terus dilakukan, material DNA yang sedang dalam proses analisis berjumlah 639 dan akan menjadi bahan kajian DNA molekuler komodo menggunakan sampel paling besar, selain itu analisis sexing dengan menggunakan teknik molekuler telah dilakukan sehingga telah diketahui sex ratio dari populasi komodo di habitat asli. Informasi ini sangat penting dalam perencanaan pengelolaan daerah konservasi yang berhubungan dengan proses reproduksi.

Teknik molekuler untuk sexing komodo sangat diperlukan karena sangat sulit untuk menentukan jenis kelamin komodo hanya dengan melihat morfologinya. Saat ini, kegiatan laboratorium yang sedang berlangsung adalah kajian analisis mikrosatelit untuk mengetahui hubungan kekeluargaan dalam populasi komodo di alam atau dalam penangkaran.

Hal ini terus dilakukan oleh kelompok peneliti Laboratorium Genetika, Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi-LIPI dan Universitas Florence (Italia) untuk menyediakan data sebagai dasar menentukan kebijakan konservasi komodo baik secara in-situ maupun ex-situ.

Tindakan penangkapan komodo di alam dan dipindahkan ke penangkaran ex-situ merupakan tindakan spekulatif dan tidak berdasar kajian ilmiah yang mendalam. Semua data yang dipaparkan dalam tulisan ini belum digunakan dalam rekomendasi yang telah dikeluarkan. Dari survei terakhir yang dilakukan oleh BBKSDA dan KSP tahun 2008, hanya 10 ekor saja yang terlihat di beberapa lokasi tempat pengumpanan di Cagar Alam Wae Wuul.

Data ini semakin menambah keprihatinan kita atas rencana pemindahan komodo dari pulau Flores ke penangkaran ex-situ. Penyelamatan yang perlu dilakukan seharusnya meningkatkan program konservasi di alam untuk menjaga sumberdaya genetika komodo di pulau Flores. Komodo telah berhasil mempertahankan kehidupannya di habitat aslinya dan kewajiban kita sekarang adalah menjaga untuk tidak mengusik kehidupan komodo, menjaga habitatnya, menindak secara tegas siapapun yang mengganggu kehidupannya yang lestari, dan menyediakan data yang cukup untuk mengembangkan habitat komodo agar komodo yang tersisa di habitat asli di pulau Flores dapat dipertahankan.

Penyelamatan melalui konservasi ex-situ bukan jalan keluar yang baik melihat jumlah populasi komodo di Flores sudah sangat sedikit dan merupakan haplotipe penting yang tidak ada di daerah konservasi utama di pulau komodo dan pulau-pulau sekitarnya. Selain itu rekam jejak kebun binatang dalam usaha penangkaran komodo juga harus selalu dimonitor agar keberhasilan atau kegagalan penangkarannya dapat menjadi dokumen untuk menentukan posisi dari penangkar apakah layak menjadi tempat penangkaran komodo.

Saat ini penangkaran komodo yang telah berhasil menghasilkan keturunan adalah di Kebun Binatang Surabaya dan Kebun Binatang Ragunan. Sedangkan Kebun Binatang Gembiraloka di Yogyakarta yang dulu telah berhasil baik dan telah mendapat beberapa penghargaan sebagai penangkar komodo yang berhasil, saat ini telah menurun populasinya secara dratis. Kegagalan demikian telah menambah panjang kegagalan konservasi ex-situ.

Analisis sexing dengan teknik DNA molekuler pada tiga kebun binatang diatas juga telah dilakukan dan datanya telah diserahkan kepada masing-masing kebun binatang untuk digunakan dalam penanganan penataan komodo jantan dan betina dalam satu kandang penangkaran sehingga kegiatan reproduksi komodo akan dapat berjalan sebagai mestinya sesuai dengan sex ratio populasi komodo di alam.

Perbaikan keragaman genetik sebagai dasar penangkaran yang baik tidak harus selalu menggunakan satwa dari habitat asli, tetapi lebih bijaksana jika menggunakan komodo dari kebun binatang yang telah berhasil. Kebun binatang di Indonesia telah bekerja dengan baik dalam membiakkan Komodo di penangkaran dengan mnggunakan komodo asal flores terdapat di tiga kebun binatang di Jawa: Ragunan (44 ekor), Gembira Loka (11 ekor), Surabaya (26 ekor).

Alternatif yang mungkin dilakukan oleh kebun binatang Indonesia dan luar negeri untuk menambah jumlah koleksi Komodo dengan mengandalkan Komodo yang ada dari kebun binatang-kebun binatang di Indonesia yang telah berhasil membiakkan Komodo. Populasi Komodo dalam penangkaran ini cukup mewakili secara genetis dan merupakan sumber yang baik untuk program penangkaran Komodo. Teknik DNA molekuler saat ini jika diterapkan dengan baik dan serius dapat mengatasi masalah keragaman genetik pada populasi kecil sehingga tidak selalu mengharapkan darah segar dari alam.

Analisis mikrosatelit dari populasi komodo di penangkaran tiga kebun binatang diatas sedang dalam proses analisis dan segera dapat diselesaikan. Analisis mikrosatelit menggunakan 20 marker spesifik untuk komodo, digunakan untuk mengetahui silsilah dari populasi komodo di tiga kebun bunatang diatas.

Dari hasil analisis mikrosatelit akan dapat dibuat filogeni yang menggambarkan hubungan kekeluargaan antar individu komodo sehingga dapat dihindari perkawinan komodo yang mempunyai hubungan keluarga terlalu dekat. Teknik ini diharapkan dapat menghasilkan keturunan komodo dengan diversitas tinggi pada populasi kecil sehingga komodo dalam penangkaran tetap memiliki viabilitas yang baik. Selain itu, filogeni hubungan kekeluargaan dari populasi komodo di kebun binatang dapat digunakan dalam program tukar menukar komodo antar kebun binatang di Indonesia dalam usaha meningkatkan keragaman genetik di penangkaran.

Istilah program pemurnian genetik komodo dalam penangkaran yang muncul dalam polemik komodo di harian Kompas membuat masyarakat menjadi semakin bingung. Apa maksud dari pemurnian genetik? Semua komodo yang ada di dunia masih murni, komodo tidak pernah disilangkan dengan makluk apapun di dunia.

Penulis yakin yang dimasud adalah meningkatkan diversitas genetik dalam penangkaran di kebun binatang dengan menambah darah baru dari alam yang menurut hemat kita terlalu spekulatif karena data diversitas genetik dalam penangkaran belum dimiliki. Data diversitas genetik dalam penangkaran adalah syarat mutlak dimiliki oleh penangkar/kebun binatang sebelum opsi penambahan darah segar dari alam dikaji untuk disetujui atau tidak.

Selain itu kajian diversitas genetik di habitat asli juga harus tersedia sebagai bahan pertimbangan apakah komodo di daerah tersebut layak untuk diambil. Saat ini muncul pertanyaan dengan dasar apa tindakan pemindahan komodo dari alam ke penangkaran ex-situ dan perlu penjelasan yang gamblang hasil kajian yang mana yang telah digunakan? Kegiatan penelitian komodo di LIPI hanya dilakukan oleh tim gabungan dari Laboratorium Genetika dan herpetologi, Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi-LIPI.

*Penulis Anggota Tim Peneliti Kajian DNA Molekuler Komodo, Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi-LIPI kerjasama dengan Universitas Florence, Italia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com