JAKARTA, KOMPAS.com — Institut Hijau meminta Komisi VII DPR-RI agar merevisi Pasal 65 UU No 23 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan menggantinya dengan ketentuan Komisi Independen sebagai lembaga berwenang untuk membuktikan sebuah perusahaan bebas atau tidak dari tuduhan perusakan lingkungan.
"Pasal 65 UU Pengelolaan LH itu perlu direvisi dengan pembentukan Komisi Independen karena semula Pasal 65 melahirkan kebijakan bahwa pelaku usaha diberikan kewenangan sendiri untuk membuktikan usahanya tidak merusak lingkungan," kata Chalid Muhammad dari Institut Hijau di Gedung DPR RI Jakarta.
Permintaan tersebut mengemuka dalam rapat dengar pendapat 10 organisasi nonpemerintah (ornop) peduli lingkungan dengan anggota Komisi VII DPR-RI di Gedung DPR RI di Jakarta.
Kesepuluh ornop yang turut mendesak agar legislatif memberikan masukan revisi UU No 23 Tahun 2007. Sementara LSM HUMA, WALHI, ICEL, KEHATI, Institut Hijau, Kiara, Green Peace Indonesia, Sawit Wacht, dan Perwatu menggagas pembuatan RUU Pengelolaan Lingkungan Hidup yang baru.
Menurut Chalid, Pasal 65 dalam UU No 23 Tahun 2007 tersebut sangat mengganjal karena perusahaan akan tetap bebas dari kegiatan ganti rugi, jika pelaku usaha membuktikan sendiri bahwa kerusakan lingkungan tersebut akibat bencana alam dan bukan akibat aktivitas usaha mereka.
"Kami berharap Komisi VII DPR RI merevisi pasal tersebut, karena pasal itu bisa dimanipulasi pelaku usaha, sebab hanya berupa pembuktian sepihak oleh mereka sendiri," katanya.
Jika sebuah perusahaan telah melakukan perusakan lingkungan, untuk membuktikan perusahaan itu telah melakukan perusakan atau hanya karena bencana alam maka pembuktian itu harus berdasarkan rekomendasi independen Komisi LH.
Keberadaan Komisi Independen ini sangat memungkinkan jika dibuat dalam Keppres atau Perpres.
Sehubungan dengan adanya pertanyaan ke Komisi VII yang terkesan Dewan mengabaikan Pasal 65 itu, menurut Wakil Ketua Komisi VII DPR Sonny Keraf, mereka tidak punya niat untuk melindungi perusahaan pelaku perusak lingkungan seperti Lapindo.
"Tidak ada niat kami apa pun di belakang itu untuk melindungi Lapindo, namun pembuktian itu hanya karena pesan UU. Justru sebaliknya Dewan memiliki niat baik hingga menunda `reses` dan menggelar rapat dengar pendapat dengan 10 LSM," katanya.