Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ida, Potongan Jejak Evolusi Primata

Kompas.com - 13/07/2009, 11:27 WIB

Oleh Indira Permanasari

KOMPAS.com — Pengungkapan misteri kehidupan, termasuk evolusinya, tak berhenti. Potongan-potongan fosil bermunculan, menambah kaya gambaran keterkaitan dan upaya bertahan makhluk hidup menghadapi lingkungannya.

Belakangan, Ida, fosil berusia 47 juta tahun, menjadi buah bibir dunia. Ida disebut-sebut sebagai salah satu fosil penting yang ikut mengisi cerita panjang evolusi primata, apalagi ketika dikaitkan dengan asal-usul manusia.

Charles Darwin tidak menyebutkan secara terang-terangan evolusi manusia dalam karyanya, On the Origin of Species. Namun, teori evolusinya mengejutkan dan sangat berpengaruh. Sejak penemuan Manusia Jawa atau Java Man yang dianggap sebagai missing link yang orisinal tahun 1890, pohon keluarga manusia terus berkembang besar dengan bukti-bukti fosil yang mengaitkan manusia dengan kera purba.

Kehadiran Ida bagi sebagian peneliti merupakan salah satu rantai atau fosil transisi yang menentukan. Kontroversi mengenai benarkah Ida merupakan temuan berharga sekaligus pengisi mata rantai yang hilang mencuat. Adalah Profesor Jorn Hurum, seorang ahli fosil dari Norwegia, kemudian mempelajari fosil itu selama dua tahun untuk mengode asal-usul manusia purba.

Hasil penelitian itu sempat diuraikan di dalam PloSONE, sebuah jurnal ilmiah, sedangkan fosil dipamerkan dalam konferensi pers di New York’s Natural History Museum lebih dari sebulan lalu.

Jorn Hurum yang juga dari Natural History Museum di Oslo, Norwegia, seperti dikutip National Geographics, berpandangan bahwa Ida merupakan makhluk terdekat kepada pencarian leluhur langsung manusia yang ada sekarang.

Berkelamin perempuan

Ida yang ditemukan berkelamin perempuan. Adanya ibu jari besar dan kuku yang memungkinkan makhluk itu untuk menggenggam memperkuat ciri primata. Keberadaan tulang talus di kaki mengaitkan Ida dengan evolusi manusia. Hasil sinar-X memperlihatkan adanya gigi susu dan dewasa. Namun, tidak terdapat tooth comb, bentuk gigi khas yang dimiliki lemur.

Ida memperlihatkan karakter dari evolusi nonmanusia sangat primitif (promisian, seperti lemur), tetapi sekaligus berkaitan dengan garis evolusi manusia (antropoid, seperti monyet, kera, dan manusia). Ciri itu menempatkan Ida sebagai akar evolusi antropoid, primata masa awal yang berkembang menjadi manusia sekarang.

”Fosil itu titik penting dalam pohon evolusi karena termasuk dalam kerabat tertua garis primata,” kata Brian Richmond, ahli Antropologi Biologis di George Washington University.

Perjalanan panjang

Primata termasuk makhluk baru. Bumi diperkirakan berusia 4,55 miliar tahun dan kehidupan pertama diduga muncul 3,5 miliar tahun lalu. Adapun primata pertama tidak muncul setidaknya sampai sekitar 60 juta tahun lalu atau setelah dinosaurus punah.

Makhluk mamalia yang menyerupai primata (proto-primates) diperkirakan mirip dengan tupai, baik ukuran maupun penampilannya. Berbagai bukti fosil yang sangat terbatas—kebanyakan di Afrika Utara—makhluk purba itu beradaptasi hidup di tempat hangat dan lembab.

Primata awal berkembang selama masa akhir paleosen. Mereka termasuk dalam genus Altiatlasius. Sisa tulang mereka ditemukan dalam deposit geologi berusia 60 juta tahun di Maroko.

Pada masa awal Eocene, bertepatan dengan kemunculan bentuk awal dari mamalia berplasenta. Di antara mereka ialah spesies primata yang entah bagaimana menyerupai kelompok prosimian modern, seperti lemur.

Era waktu Ida hidup sangat penting dalam sejarah bumi, yakni masa ketika cetak biru mamalia modern mulai terbentuk. Terutama setelah dinosaurus dan primata awal punah.

Ada yang berpendapat, khusus bagi primata, saat itulah primata terpecah menjadi dua cabang dalam pohon evolusinya, yakni antropoid (leluhur monyet, kera, dan manusia) serta prosimian (lemur). Ida memiliki karakter keduanya.

Dalam kajian soal evolusi, Ida bukan satu-satunya fosil yang kemudian menambahkan gambaran yang telah ada mengenai evolusi. Sekitar 35 tahun lalu, Don Johanson, seorang profesor Paleoantropologi dari Arizona State University School of Human Evolution dan Social Change menemukan fosil ”Lucy” di Hadar, Etiopia. Usia Lucy, yang diperkirakan hidup 3,2 juta tahun lalu, membuat kejutan di komunitas sains dan menarik perhatian dunia. Sejak saat itu, Lucy tetap menjadi ”pemain utama” dalam pencarian pemahaman asal-usul manusia dan evolusi. Sampai dengan kemunculan Ida.

Ditemukan di pameran

Ida pertama kali dimiliki seorang kolektor tahun 1983. Jorn Hurum yang melihat fosil itu di sebuah pameran fosil kemudian membeli dan menelitinya.

Fosil tersebut dalam kondisi sangat bagus dan 95 persen utuh sehingga memungkinkan untuk menelusuri jejak makanan terakhirnya. Para peneliti sepakat menyimpulkan bahwa Ida bukan sekadar lemur, melainkan spesies baru yang mereka sebut Darwinius masillae untuk merayakan asal-usul tempat ditemukannya, yakni Messel Pit, Jerman, sekaligus memperingati 200 tahun kelahiran Bapak Evolusi, Charles Darwin.

Preservasi fosil itu yang luar biasa juga menarik perhatian karena jarang terjadi terhadap fosil dari era Eocene, ketika primata awal melalui suatu periode evolusi yang sangat cepat. Dari masa itu, hanya ditemukan sangat sedikit fosil dan biasanya hanya berupa pecahan gigi dan tulang ekor.

Dalam kasus Ida, saking lengkapnya, peneliti bahkan dapat memeriksa bukti-bukti rambut, jaringan otot halus, dan menentukan makanan terakhirnya. Ida pemakan buah-buahan, biji-bijian, dan daun.

Kemunculan Ida setidaknya kemudian menambah data baru mengenai evolusi tersebut sampai kelak dunia dihebohkan kembali dengan temuan dan penelitian terbaru. (National Geographics/Reuters/BBC/AFP/dan berbagai sumber lain)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau