BANDUNG, KOMPAS.com — Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi memperkirakan semburan lumpur di Astana, Walikukun, Carenang, Serang, Banten, tidak akan sama seperti di Sidoarjo. Kandungan gas metan, lumpur, dan air diyakini tidak berbahaya dan sedikit jumlahnya.
Menurut Kepala Pusat Vulknologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Surono, di Bandung, Senin (22/6), tidak berbahayanya semburan lumpur di Carenang itu dibuktikan fakta keberadaan gunung api dan hasil riset tentang kandungan gas berbahaya di daerah sekitarnya. "Namun, kami tetap mengirimkan tim untuk mengamati kejadian ini lebih lanjut," kata Surono.
Berdasarkan data keberadaan gunung api, di sekitar tempat semburan lumpur, memang terdapat Gunung Karang yang memiliki tipe B. Artinya, gunung ini tidak memiliki catatan aktivitas vulkanik sejak tahun 1600.
Oleh karena itu, magma yang ada di dalam gunung kemudian mengalami pendinginan dan mengeluarkan gas. Akibat dorongan energi sangat kecil, maka gas terperangkap di dalam tanah membentuk lapisan seperti lensa. Bila lensa ini dibor dengan kekuatan tinggi, maka gas kemudian keluar bersama dengan lumpur dan air.
"Karena aktivitas gunung tidak aktif maka cadangan gas yang masih terperangkap pun tidak banyak. Kemungkinan besar semburan itu akan dalam waktu relatif tidak lama," katanya.
Tidak berbahayanya semburan gas itu diperkuat dengan analisis gas berbahaya yang dilakukan PVMBG tahun 2007 di tiga daerah sekitar Carenang. Tiga daerah itu adalah Cikeusal, Walantaka, dan Pontang yang berjarak tidak sampai 100 kilometer dari Carenang.
Surono mengatakan, Pemerintah Provinsi Banten sudah memiliki hasil analisis itu. Analisis tiga daerah itu menemukan kandungan gas, yaitu CO, CO2, H2S, SO2, dan CH4. Namun, jumlah kandungannya dianggap tidak membahayakan masyarakat sekitar.
"Seharusnya dengan analisis ini, Pemerintah Provinsi Banten bisa memetakan daerah mana yang berbahaya atau tidak. Selain itu, pemerintah bisa memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat tentang kejadian ini," kata Surono.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.