Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Langkah Pemerintah, BPLS, dan Lapindo Lambat!

Kompas.com - 01/06/2009, 21:06 WIB

SURABAYA, KOMPAS.com - Tim Pengawasan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo atau TP2LS menilai langkah pemerintah, Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo, serta PT Lapindo Brantas Inc dalam menanggulangi luapan lumpur Lapindo lambat. Padahal luapan lumpur telah berlangsung selama tiga tahun dan mengakibatkan dampak yang semakin mencemaskan masyarakat.

Demikian gagasan yang mengemuka dalam evaluasi tiga tahun luapan lumpur Lapindo di Ruang Binaloka, Kantor Gubernur Jawa Timur, Surabaya, Senin (1/6). "Kami merasa tidak puas melihat ikhtiar yang dilakukan pemerintah pusat, Gubernur Jawa Timur, Bupati, Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS), dan Lapindo. Jika dalam tiga bulan, pemerintah masih berkutat pada masalah sektoral keuangan, maka harus segera diambil langkah-langkah konkrit," ucap Ketua TP2LS Priyo Budi Santoso.

Indikasi lambatnya langkah pemerintah nampak dari terkendalanya proses pambayaran ganti rugi 80 persen untuk tiga desa, yaitu Kedungcangkring, Pejarakan, dan Besuki akibat kebijakan Peraturan Presiden Nomor 48 tahun 2008 tentang BPLS. Ketua BPLS Sunarso mengatakan, pembayaran ganti rugi 20 persen sudah dilakukan sejak September 2008, namun sisa ganti rugi 80 persen belum dapat dibayarkan karena menunggu penyelesaian ganti rugi Lapindo untuk wilayah peta terdampak.

"Mau tidak mau peraturan presiden ini harus diubah agar masalah sosial warga tak semakin besar. Gubernur Jawa Timur Soekarwo sudah mengirim usulan perubahan peraturan presiden t etapi belum ada tanggapan dari pemerintah. Sayangnya, kami tak pernah mendapatkan tembusan usulan tersebut," kata Priyo.

TP2LS menyambut baik usaha Gubernur Jawa Timur terkait revisi Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2008, Namun langkah ini seharusnya segera ditindaklanjuti dewan pengarah BPLS.

Kurang peka

Menurut Priyo, dalam penanganan lumpur Lapindo, pemerintah melalui menteri keuangan juga sudah setuju mengucurkan dana berapapun jumlahnya. Namun, fakta di lapangan menunjukkan, proses pembebasan tanah dan pemberian ganti rugi warga masih terkendala.

"Kami harus segera mengajak para menteri untuk meninjau langsung keadaan warga di lapangan. Pemerintah kurang peka menanggapi krisis (lumpur Lapindo) ini," ucap Priyo.

Wakil Ketua TP2LS Tjahjo Kumolo mengatakan, secara finansial pemerintah memiliki dana, namun pengucuran dana untuk penanganan lumpur Lapindo justru ditahan-tahan. Hingga tiga tahun semburan lumpur Lapindo berlangsung, BPLS belum mampu menangani juga. Padahal, berapa lama waktu semburan lump ur berlangsung belum dapat dideteksi kelanjutannya.

Anggota TP2LS Ario Wijanarko menambahkan, BPLS tak memiliki desain khusus rencana jangka panjang penanganan Lumpur Lapindo. Padahal, dampak lumpur semakin parah dan membahayakan.

Sejak 2 Mei 2009, tanggul penahan lumpur Lapindo amblas dari tiga hingga empat tingkat menjadi tinggal satu tingkat. Kepala BPLS Sunarso mengatakan, lumpur telah mengalir ke utara dan berpotensi menambah peta daerah terdampak. "Kami berusaha keras mengalirkan lumpur ke timur lalu kami belokkan ke selatan," tuturnya.

Relokasi Infrastruktur belum siap

Sementara itu, proses relokasi infrastruktur jalan raya Porong juga belum selesai. Bupati Sidoarjo Wien Hendrarso mengatakan, proses pembebasan tanah berupa sawah mencapai 95 persen. Namun, pembebasan tanah kering berupa pekarangan belum terlaksana seluruhnya.

Dari total 100 hektar lahan yang dibutuhkan, kini baru terbebaskan sekitar 74 persen. Lambatnya proses pembebasan disebabkan tingginya penawaran harga tanah dari masyarakat. Untuk pembebasan lahan sawah, 95 persen warga sudah setuju harga Rp 120.000 per meter. Tetapi untuk pembebasan lahan kering pekarangan warga meminta harga seperti ganti rugi Lapindo sebesar Rp 1 juta per meter persegi dari harga penawaran tim appraisal Rp 480.000 per meter persegi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com