SURABAYA, KOMPAS.com - Sekitar 60 persen terumbu karang di perairan Jawa Timur rusak berat karena karena pemakaian bom ikan dan racun sianida. Sementara itu, langkah rehabilitasi dan pengelolaan terumbu karang di Jawa Timur masih minim.
Di perairan laut Jawa Timur, kerusakan terumbu karang terparah terjadi di wilayah pesisir Laut Utara Jawa Timur, mulai Kabupaten Tuban, Lamongan, hingga Gresik, serta kawasan pesisir Pulau Madura. Sejauh ini, la ngkah yang bisa dilakukan Dinas Perikanan dan Kelautan Jawa Timur baru sebatas sosialisasi larangan penggunaan alat-alat tertentu, seperti bom dan racun sianida.
Pada tahun 2008, dengan alasan keterbatasan dana, Dinas Perikanan dan Kelautan Jawa Timur t ak dapat mengalokasikan anggaran khusus untuk program penyelamatan terumbu karang. Alokasi dana penyelamatan terumbu karang baru dapat diajukan tahun 2009 sebesar Rp 3 miliar dari total APBD dan APBN untuk Dinas Perikanan dan Kelautan Jawa Timur sebesar R p 62 miliar.
Biaya rehabilitasi terumbu karang sangat mahal. Untuk pemeliharaan satu rumpun terumbu karang saja dibutuhkan biaya sekitar Rp 3 juta, kata Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Jawa Timur Kardani, Selasa (19/5) di sela Rapat Kerja Dinas Perik anan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur, di Surabaya.
Bencana Ekologi
Kepala Bidang Kelautan, Pesisir, dan Pengawasan Dinas Perikanan dan Kelautan Jawa Timur Erjana mengungkapkan, kerusakan sekitar 60 persen terumbu karang di perairan laut Jawa Timur merupakan sebuah bencana ekologi dahsyat.
"Untuk menumbuhkan satu sentimeter karang dibutuhkan waktu hingga satu tahun. Karena itu, rehabilitasi lebih dari separuh terumbu karang di Jawa Timur membutuhkan waktu hingga ratusan bahkan ribuan tahun," ujarnya.
Meny ikapi hal ini, Dinas Perikanan dan Kelautan Jawa Timur melarang keras eksplorasi karang dalam bentuk apapun. Hingga saat ini, izin eksplorasi karang di Jawa Timur sama sekali tak dikeluarkan. Hal tersebut diatur dalam Undang-undang Nomor 27 tahun 2007 ten tang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Menurut Erjana, kebutuhan ekspor karang hanya dapat dipenuhi dengan karang hasil transplantasi. Secara lebih khusus, hanya keturuanan atau varietas karang hasil pencangkokan generasi ketiga yang bisa d iekspor, sedangkan varietas kesatu dan kedua harus dikembalikan ke alam.
Proses transplantasi terumbu karang mensyaratkan adanya air jernih dan setiap satu minggu sekali harus mendapatkan perawatan. Tingginya tingkat pencemaran air laut dan minimnya kesad aran masyarakat menjadi kendala utama pencangkokan terumbu karang di Jawa Timur.
Selain itu, dasar perairan harus berpasir dengan kedalaman air sekitar 15 meter hingga 20 meter. Lingkungan ekosistem karang harus terlindung dari arus gelombang serta memiliki temperatur udara antara 35 derajat celcius hingga 36 derajat celcius.
Yang memprihatinkan, pengawasan pelestarian terumbu karang di Jawa Timur sangat lemah. Di seluruh Jawa Timur hanya terdapat sembilan penyidik PNS dan 18 pengawas perikanan yang bertugas memantau kelestarian terumbu karang.
Libatkan masyarakat
Ketua Himpunan Ahli Pengelolaan Pesisir Indonesia Jawa Timur Daniel Rosyid mengatakan, pengawasan ekosistem laut tak bisa diserahkan begitu saja pada pemerintah. Namun, pemerintah harus mam pu menggandeng masyarakat setempat untuk mengawasi dan turut menjaga kelestarian ekosistem laut.
Karena melibatkan masyarakat setempat dalam penyelamatan terumbu karang, maka pemerintah harus menyusun rencana strategis pengelolaan wilayah pesisir. "Harus ditentukan dengan jelas daerah mana yang bisa diekplorasi dan mana yang tidak," tutur Daniel.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.