JAYAPURA, KOMPAS.com--Situs arkeologi yang potensial ditemukan di berbagai daerah di Papua dapat dikembangkan menjadi objek wisata sejarah.
Kepala Balai Arkeologi Jayapura, Drs.M.Irfan Mahmud,M.Si di Jayapura, Rabu menyatakan, walaupun Papua memiliki kekayaan sejarah perkembangan aktivitas manusia mulai dari masa pra sejarah hingga terlibat dalam Perang Dunia II dan Perang Pasifik yang dibuktikan dengan penemuan berbagai fosil dan artefak, namun situs arkeologi belum dikelola optimal sebagai objek wisata.
"Padahal peninggalan arkeologi mengandung nilai akademis, ideologi dan ekonomis yang tidak terhingga nilainya," ujarnya.
Arkeologi merupakan bidang ilmu yang mempelajari kehidupan manusia masa lalu berdasarkan bukti-bukti penemuan artefak dan fosil.
Rentang waktu masa lalu ditetapkan untuk penemuan yang telah berumur 50 tahun ke belakang. Hal ini didasarkan pada UU No.5 Tahun 1992 tentang benda-benda arkeologi.
Lebih lanjut dia mengatakan, jika sebuah situs arkeologi dikelola dan dikembangkan untuk mendukung sektor pariwisata, maka akan membawa dampak lebih besar pada perekonomian masyarakat.
Situs arkeologi dapat menarik perhatian banyak orang. Berkumpulnya orang pada suatu tempat wisata tentunya dapat dimanfaatkan untuk pengembangan usaha masyarakat lainnya. Misalnya pemandu wisata, penjaja makanan dan minuman, penginapan, jasa transportasi dan lain sebagainya.
Irfan menjelaskan, dalam setiap pengelolaan sebuah situs arkeologi, dibuat perencanaan tiga zona di sekitar tempat tersebut. Yaitu, zona inti, dimana menjadi tempat ditemukannya bukti-bukti arkeologis.
Selanjutnya, zona pendukung untuk menjaga agar situs tetap dalam kondisi baik, misalnya pemagaran. Yang terakhir adalah zona pengembangan, yaitu daerah yang nantinya dapat digunakan untuk membangun fasilitas umum yang berguna bagi masyarakat yang berkunjung.
Dia mengakui, situs purbakala tertua yang ditemukan di Pulau Papua berusia pra sejarah, yaitu 40.000 ? 30.000 tahun sebelum masehi. Situs yang berlokasi di Kabupaten Biak ini berupa gua-gua yang pada dindingnya dijumpai lukisan-lukisan gua dan fosil-fosil moluska atau cangkang kerang.
Selain di Biak, penemuan dari jaman megalitikum terdapat di Situs Tutari, Kabupaten Jayapura. Di tempat ini ditemukan bongkahan batu berlukis berbentuk binatang-binatang melata.
Sementara itu, arkeologi dari jaman kolonial juga banyak ditemukan di beberapa daerah di Papua karena wilayah ini pernah diduduki bangsa Belanda sejak tahun 1900-an hingga pecah Perang Pasifik di tahun 1940-an.
Situs jaman kolonial ini misalnya Situs Ifar Gunung, Situs Asei Pulau dan Situs Hirekombe di Kabupaten Jayapura.
Situs lainnya adalah adalah yang berkaitan dengan sejarah masuknya agama Islam ke Papua. Dibuktikan dengan ditemukannya Situs Makam Islam di Lapintal, Kabupaten Raja Ampat, Situs Islam di Pulau Nusmawan, Kabupaten Teluk Bintuni dan lain sebagainya.
Dengan potensi arkeologi yang demikian besar, Balai Arkeologi Jayapura membagi wilayah kerjanya menjadi enam, yaitu daerah Kepala Burung, Teluk Cenderawasih, Teluk Bintuni, Pantai Selatan dan sekitarnya, Pantai Utara dan sekitarnya serta Pegunungan Tengah.
Sejak sepuluh tahun terakhir ini, kegiatan penelitian dan pengembangan Balai Arkeologi Jayapura telah menemukan 89 situs yang sangat berharga, baik dari segi pendidikan dan budaya maupun wisata sejarah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.