PALEMBANG, KOMPAS.com — Peneliti dari Balai Arkeologi Palembang, Retno Purwani, mengendus ada upaya untuk memalsukan Arca Buddha Vairocana yang sempat hilang dari Museum Balaputradewa, Palembang. Ia juga menepis rumor yang beredar bahwa arca yang baru ditemukan itu palsu.
“Bentuk dan ukurannya sama persis. Termasuk bahan logamnya. Semuanya sesuai dengan data-data yang ada,” tegas Retno, Senin (16/3).
Menurut Retno, pelaku bisa jadi tidak mengerti akan nilai historis arca sehingga ia membersihkan arca itu. Meski arca terlihat lebih menarik dan lebih terang dari semula, tetapi keasliannya hilang. Orang yang mengerti dapat melihat benda itu asli dari karat yang ada di badan arca.
Namun, ada kemungkinan lain, lanjut Retno, yakni arca dibersihkan sebagai upaya untuk membuat replika atau menduplikat arca sementara arca yang asli hendak dijual.
Namun, dikatakan Retno, sejauh ini apa yang disampaikannya masih sebatas dugaan sebab yang mampu membuktikannya adalah Polda Sumsel yang kini sedang melakukan penyelidikan dan penyidikan.
Mengenai harga atau nilainya, Retno berpendapat arca ini tidak ternilai sebab merupakan benda bersejarah yang menjadi bukti bahwa kerajaan Sriwijaya itu ada di Palembang pada abad IX. Namun, sekadar perbandingan, pada tahun 1992 saja arca ini telah dihargai sebesar Rp 350 juta. Namun, kini harganya bisa berkali lipat, bisa saja mencapai lebih dari Rp 2 miliar.
“Tetapi sekali lagi benda-benda itu tidak ternilai harganya. Sementara tidak mudah mencari pembelinya. Hanya orang tertentu dan mengerti saja yang mau membeli,” urai Retno.
Dijelaskan, Arca Budha Vairocana asli yang terbuat dari logam merupakan arca langka yang jumlahnya sangat sedikit di Sumsel, bahkan di seluruh Indonesia sekali pun. Sedangkan Vairocana dari batu masih banyak dan kini terdapat di Candi Borobudur.
Setahu dia, di Sumsel, arca Vairocana dari logam ini hanya dua yakni arca yang ada di Museum Nasional dan arca yang saat ini heboh dibicarakan.
“Saat ini yang masih hilang adalah Pedang VOC, Keris Palembang, dan Batu Emas,” ujar Retno.
Ditambahkan, ada beberapa catatan yang menjadi pekerjaan rumah pihak museum dan pemerintah, terutama masalah pengamanan yang sebenarnya sangat lemah.
“Harapan kita ke depan, pengamanan yang dilakukan Museum Balaputradewa harus ditingkatkan dan tidak cukup dengan Pam Swakarsa, tetapi harus ada protap standar termasuk melibatkan kepolisian dalam melakukan pengamanan,” tegasnya.
Perda khusus
Ditegaskan Retno, untuk mencegah agar benda-benda purbakala itu aman dari tangan tak bertanggung jawab maka diperlukan perda khusus.
Berdasarkan penelusuran Balai Arkeologi, lanjut Retno, masih banyak situs-situs penanda sejarah juga hilang. Bahkan, dijadikan gedung-gedung baru tanpa adanya pemindahan atau perlindungan.
Hingga saat ini di Sumsel ada 61 situs peninggalan sejarah, tetapi hampir semuanya telah terkikis oleh pembangunan. Penyebabnya, tidak ada perda khusus untuk benda purbakala.
“Lampung, Sawahlunto, Sijunjung, sudah punya perda khusus yang mengatur tentang situs dan benda-benda purbakala di Palembang,” imbuh Retno. (ndr/cr2)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.