Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harimau Mengamuk karena Terpojok

Kompas.com - 05/03/2009, 08:05 WIB

PALEMBANG, KAMIS — Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai, penyebab utama kasus harimau sumatera mengamuk dan menerkam sejumlah warga yang terjadi beruntun akhir-akhir ini akibat habitat mereka yang terusik dan kian menyempit.
    
"Kami prihatin atas kejadian beruntun warga diterkam harimau yang telah menewaskan sedikitnya sembilan warga itu," kata Manager Region Sumatera Eksekutif Nasional Walhi Mukri Friatna, Kamis (5/2).
    
Keberadaan harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang merupakan satwa liar langka dan dilindungi di dunia dinilai semakin terancam punah dan cenderung menjadi sasaran kemarahan masyarakat di sekitar hutan tempat hidupnya.
    
Menurut Mukri, seharusnya keberadaan satwa liar jenis langka dan dilindungi pada hutan alami habitatnya perlu terus dijaga dan dilestarikan. Namun, korban di kalangan warga masyarakat sekitar hutan juga harus dicegah agar tidak sampai terjadi.
    
Dia mengingatkan, konflik antara satwa liar harimau dan manusia itu cenderung terus berlangsung, dan bahkan beruntun menimbulkan korban warga yang tewas diterkam harimau, seharusnya segera diatasi dengan menuntaskan akar masalahnya. Mukri menyebutkan, tiga persoalan pokok yang perlu ditangani yang menjadi penyebab sampai binatang buas itu cenderung mengamuk dan terus memangsa manusia.
    
Tiga persoalan itu, pertama adalah semakin terfragmentasi (terpecah-pecah/saling terpisah) habitat harimau sumatera yang timbul akibat konversi atau alihfungsi lahan untuk kebun dan jalan tembus di dalam kawasan hutan.
    
Fragmentasi hutan habitat harimau dan satwa liar di dalamnya membuat daya jelajah menyempit serta makanan kian berkurang serta berkemungkinan lebih besar terjadi interaksi dengan manusia di dalamnya.
    
Persoalan kedua, menurut Mukri adalah praktik pembalakan kayu secara liar di dalam hutan yang masih saja terus berlangsung. "Illegal logging itu menjadi salah satu faktor pemicu karena membuat habitat harimau terganggu akibat ulah manusia," kata Mukri yang mantan Direktur Eksekutif Daerah Walhi Lampung itu.
    
Dia menyebutkan pula persoalan ketiga berupa perburuan satwa liar terutama jenis harimau, badak, dan gajah liar (HBG) yang mengakibatkan populasi satwa liar itu kian berkurang dan makin terancam punah.    
    
Karena itu, menurut Mukri, ketiga persoalan pokok tersebut harus dapat diatasi agar kejadian harimau menerkam manusia atau manusia memburu dan membunuh harimau liar tidak terjadi berulang kali. Para aktivis LSM juga mengingatkan agar jajaran pemda yang memiliki kawasan hutan dan di dalamnya masih terdapat satwa liar dilindungi, termasuk harimau, segera mengambil tindakan proaktif.
    
Pemda bersama instansi dan aparat penegak hukum harus segera mengambil langkah cepat agar tidak ada lagi pembalakan liar atau warga yang melakukan aktivitas terlarang di dalam hutan di daerahnya.
    
Direktur Eksekutif Walhi Sumsel Anwar Sadat juga minta agar Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) dan instansi teknis terkait dapat menyampaikan peringatan dini kepada masyarakat di sekitar hutan agar tidak masuk ke hutan itu. "Perlu disampaikan kepada masyarakat adanya ancaman diterkam harimau dan bahaya lain kalau masuk hutan yang masih terdapat binatang buas di dalamnya," ujar Sadat.
    
Karena itu, BKSDA dan instansi teknis dimaksud juga harus memiliki data akurat mengenai keberadaan harimau maupun satwa liar dimaksud. Dia juga menilai, saat ini tempat hidup alami (habitat) harimau liar itu di hutan telah terganggu. "Keberadaan harimau liar itu semakin tersingkir akibat penyempitan ruang hidup karena aktivitas manusia, seperti perburuan, pemadatan penduduk, dan ekspansi industri di sekitar dan masuk ke dalam kawasan hutan," ujar Sadat lagi.
    
Sebelumnya, aktivis dan pimpinan LSM Forum Harimau Kita Hariyo Tabah Wibisono memperkirakan, selama bentang alam harimau sumatera terus digerus atau dialihfungsikan, jangan harap konflik satwa liar dengan manusia di sekitarnya akan mereda. "Dalam banyak kasus, selalu harimau yang disalahkan," ujar aktivis yang juga peneliti dan pernah bekerja di LSM Wildlife Conservation Society-Indonesia Program (WCS-IP).
    
Menurut Hariyo, para pengusaha industri kehutanan yang kawasannya bersentuhan atau bahkan tumpang tindih (overlap) dengan jelajah harimau sumatera juga harus dibebankan tanggung jawab harus ikut mengelola harimau yang ada di kawasan tersebut. Pengusaha itu diwajibkan untuk dapat menangani mitigasi konflik sehingga bisa meminimalkan korban manusia maupun satwa liar langka dan dilindungi di dunia itu.
    
Informasi terakhir menyebutkan, sedikitnya sudah sembilan warga dilaporkan tewas akibat terkaman harimau di sejumlah tempat, terutama di sekitar kawasan hutan di Jambi, Riau, dan hutan wilayah Sumsel yang berbatasan dengan Jambi.
    
Korban terakhir belum diperoleh rinciannya, namun dipastikan tewas pada Rabu (4/3) di hutan Sungai Medak, Bayung Lencir, Kabupaten Muba, Sumsel, yang berbatasan dengan Jambi.
    
Kabarnya korban adalah juga pekerja bayaran yang sedang melakukan pembalakan liar di hutan itu. Mayat korban dilaporkan segera dibawa cukong yang mempekerjakannya.
    
Diduga, lokasi para korban tewas itu berada di wilayah jelajah (homerange) dan habitat harimau sumatera sehingga mereka merasa terusik dengan aktivitas manusia di tempat hidup mereka.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com