Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dua Pembalak Liar Kembali Diterkam Harimau

Kompas.com - 02/03/2009, 17:36 WIB

JAMBI, SENIN — Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) kembali menerkam dua pembalak liar hingga tewas. Dalam lima pekan terakhir ini, setidaknya telah ada delapan korban terkaman harimau pada kawasan yang berdekatan di perbatasan Jambi-Sumatera Selatan.

Para korban, dua bersaudara Musmuliadi (31) dan Musliadi (30), tewas diterkam Senin (2/3) dini hari di pondokan yang mereka bangun di dekat kanal gambut. Mereka adalah pembalak liar kayu di area hutan produksi Desa Muara Medak, Bayung Lencir, Musi Banyuasin, yang berbatasan dengan Jambi.

Dengan tewasnya dua pembalak tersebut, berarti telah delapan orang yang menjadi korban terkaman harimau sumatera. Sebagian besar dari mereka adalah pembalak dan perambah liar dari luar Jambi. Mereka beroperasi di sana karena dibayar oleh sejumlah cukong kayu. Namun, selama ini aktivitas ilegal yang mereka lakukan sangat jarang teridentifikasi.

Karena itu, menurut Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Jambi Didy Wurjanto, rentetan peristiwa konflik harimau dan manusia telah membuka mata untuk pihaknya mengetahui secara lebih jelas akan parahnya aktivitas pembalakan liar di hutan produksi ini.

"Setelah kami cek, ada lebih dari 20 sawmill beroperasi dalam satu lokasi saja. Semua kayu curian dialirkan lewat kanal-kanal gambut. Padahal, kanal tersebut merupakan sumber air minum bagi harimau. Kami menduga, harimau merasa terusik oleh aktivitas manusia di hutan yang merupakan teritorinya tersebut," tutur Didy.

Mengenai banyaknya kasus harimau menerkam manusia belakangan, dilihat Dolly Priatna, Co-Project Manager Zoological Society of London (ZSL) Indonesia Project, lebih sebagai bentuk upaya beradaptasi dengan perubahan dalam hutan sebagai hunian mereka. Harimau sebenarnya cenderung menjauh dari wilayah manusia.

Namun, belakangan ini terjadi perubahan sifat pada harimau, dari semula menghindari manusia dalam aktivitasnya, kini menjadi tidak takut dan lebih mampu berinteraksi dengan manusia. Hal ini diduga terkait dengan makin padatnya manusia merambah dan membalak dalam hutan.

"Ketika tidak ada lagi hutan yang tidak ada manusianya, harimau mau tidak mau harus berinteraksi dengan manusia," tuturnya.

Sementara itu, di Sumatera Barat, masyarakat Nagari Durian Tinggi, Kecamatan Kapur IX, Kabupaten Limapuluh Kota, meminta pemerintah semakin gencar menyosialisasikan masalah satwa liar yang dilindungi.

Penjelasan itu diperlukan setelah seorang warga, Syarifuddin (53), tertangkap karena hendak menjual kulit dan tulang harimau.

WaliNagari Durian Tinggi Ardianto, Minggu, mengatakan, pengetahuan tentang satwa dilindungi ini dibutuhkan karena hampir semua warga bekerja sebagai petani di hutan-hutan. ”Ladang warga berada di perbukitan. Karena itu, mereka kerap bertemu dengan hewan liar, seperti beruang madu dan harimau sumatera.” (ITA/ART)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com