BANDUNG, JUMAT - Keanekaragaman dan keunikan katak di Indonesia mungkin sebaiknya diublikasikan lebih luas sebagai lambang daerah. Hal tersebut juga akan membantu menyelamatkan berbagai jenis katak dari kepunahan.
Demikian dikatakan Herpetolog (peneliti katak) dari Sekolah Ilmu Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung, Djoko Tjahjono Iskandar dalam workshop tentang katak di Kebon Binatang Bandung, Jumat (27/2).
Menurut Djoko, selain, memiliki peranan penting dalam rantai makanan, katak adalah indikator perubahan iklim dan cuaca. Cacat atau hilangnya jenis katak tertentu di suatu tempat bisa menjadi indikasi kerusakan lingkungan atau perubahan iklim di sekitarnya.
"Berbagai macam cara bisa dilakukan untuk melindungi sekitar 400-500 spesies katak yang terdata di Indonesia. Paling depan tentu konservasi lingkungan tapi ada hal lain bisa menjadi alternatif, yaitu mempublikasikan keragaman dan keunikan spesies katak di Indonesia," katanya.
Menurut Djoko, sejatinya katak di Indonesia memiliki banyak keunikan. Di antaranya warna, ukuran, hingga struktur tubuh. Hal itu, diyakini Djoko bisa dipublikasikan sebagai maskot daerah atau taman nasional. Diharapkan setelah dikenal masyarakat, ekosistem dan keberlangsungan hidupnya bisa terjaga.
Djoko mengatakan, beberapa katak itu antara lain katak raksasa (Limnonectes blythii) asal Sumatera. Ukurannya merupakan yang terbesar kedua di dunia. Panjangnya bisa mencapai 25 sentimeter dan berat 1,5 kilogram.
Selain itu, ada katak darah dari Gunung Halimun, yaitu katak merah (Leptophryne cruentata). Katak ini satu-satunya di Indonesia yang berwarna merah darah.
Djoko juga menyebutkan satu-satunya katak di Indonesia yang tidak memiliki paru-paru yaitu katak kepala pipih kalimantan (Barbourula kalimantanensis). Usianya diperkirakan lebih dari 50 juta tahun dan di Indonesia hanya ada satu spesies. Di Indonesia, katak yang bernafas menggunakan kulitnya ini hanya ditemukan di Taman Nasional Baka Bukit Raya, Kalimantan Barat.
Penelitian kurang
"Selain minimnya perhatian atau kesadaran mempublikasikan kekhasan katak, kurangnya tenaga ahli dan peneliti katak ikut memengaruhi tidak dikenalnya keragaman katak Indonesia," katanya. Menurut Djoko, Indonesia hanya memiliki sekitar 20 orang herpetolog. Akibatnya data mengenai jenis katak di Indonesia belum lengkap.