Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tujuh Desa Lakukan Pendataan Aset

Kompas.com - 18/02/2009, 18:59 WIB

MAGELANG, RABU - Sebanyak tujuh desa rawan bencana letusan Gunung Merapi di empat kabupaten di wilayah Jawa Tengah dan DI Yogyakarta, saat ini sudah mendata aset kekayaan yang dimiliki di desanya. Upaya ini akan ditindaklanjuti dengan memikirkan strategi untuk mengamankan aset tersebut jika sewaktu-waktu terjadi bencana letusan Gunung Merapi.

"Upaya pengamanan perlu dipikirkan karena aset inilah yang nantinya berperan penting untuk menopang kehidupan warga selama situasi darurat saat terjadi bencana," kata Sekretaris Pusat Studi Manajemen Bencana (PSMB) Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta, Arif Rianto, Rabu (18/2).

Pendataan aset yang dilakukan warga ini didampingi sejumlah lembaga seperti PSMB UPN Veteran Yogyakarta, Pasukan Siaga (Pasag) Merapi, dan Oxfam, sebuah lembaga donatur dari Inggris. Tujuh desa yang dimaksud adalah Desa Trono di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang, Desa Petung di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman, Desa Mrian di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali, Desa Tunggularum di Kecamatan Turi Kabupaten Sleman, Desa Kemiren di Kecamatan Srumbung Kabupaten Magelang, Desa Sidorejo di Kecamatan Kemalang Kabupaten Klaten, dan Desa Lencoh di Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali. Upaya ini akan dilanjutkan di 58 desa rawan bencana letusan Merapi lainnya.

Selain harta benda, menurut dia, aset kekayaan yang didata adalah tanaman yang ada di lahan pertanian serta ternak. Setelah data-data tersebut diperoleh, maka warga pun diminta untuk menganalisis resiko bencana yang terjadi dan strategi penyelamatan yang diperlukan.

Saat ini, sebagai contoh, Desa Trono sudah berupaya menyelamatkan sumber air yang berpotensi tidak mengalir karena tertutup material letusan Merapi.

"Dengan menganalisis resiko yang dimungkinkan terjadi, maka sekarang ini warga sedang berusaha membangun bak penampungan air untuk mendukung kebutuhan makan minum mereka saat terjadi bencana," katanya.

Dalam pendampingan yang dilakukannya, Arif mengatakan, pihaknya sudah mengimbau masyarakat untuk mengolah hasil panen dari tanaman di lahan mereka masing-masing. Dengan melakukan hal tersebut, maka diharapkan bahan makanan olahan itu dapat menjadi cadangan logistik saat bantuan makanan untuk korban bencana belum datang. "Untuk hasil panen seperti jagung atau ketela setidaknya dapat diolah menjadi tepung yang dapat dimasak sewaktu-waktu," terangnya.

Disaster Risk Reduction/Climate Change Adaptation Project Officer Oxfam Tanty S Thamrin mengatakan, pihaknya sekarang juga sedang berupaya melakukan upaya penyelamatan ternak dengan program asuransi. "Beberapa perusahaan asuransi sudah memberikan respon positif, dan diharapkan pada tahap selanjutnya kami tinggal menunggu penandatangan nota kesepahaman," ujarnya.

Dengan mengikuti program asuransi, warga nantinya tidak perlu terpaksa menjual ternaknya dengan harga murah. Mengacu pada pengalaman saat terjadi letusan Gunung Kelud, harga sapi yang semula Rp 10 juta per ekor, dalam keadaan terdesak bencana akhirnya terpaksa dijual dengan harga Rp 2,5 juta. Kondisi ini pada akhirnya sangat merugikan petani.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com