Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masyarakat Bandung Antusias Saksikan Gerhana Matahari

Kompas.com - 26/01/2009, 20:07 WIB

BANDUNG, SENIN - Masyarakat Bandung dan sekitarnya antusias menyaksikan gerhana matahari cincin, sebuah fenomena astronomi yang jarang terjadi. Kepadatan pengunjung terutama terlihat di Observatorium Bosscha, Lembang, sejak pagi hari.

Pengunjung berduyun-duyun mendatangi Observatorium Bosscha sejak pagi har i. Antrean kendaraan yang parkir pun terlihat di sepanjang jalan masuk menuju kawasan Bosscha. Berdasarkan pengamatan, sedikitnya 400 pengunjung terlihat memadati tempat ini. Padahal, kuota maksimal kunjungan di Bosscha adalah 150 orang per hari.

Pemantauan peristiwa alam ini sempat terhalang cuaca yang mendung. Bahkan, sempat terjadi gerimis. Pengunjung pun sempat kecewa karena kondisi cuaca yang tidak mendukung pengamatan ini. Bahkan, pada sekitar Pukul 13.30 WIB, teleskop pun sempat dimasukan panitia ke dalam ruangan.

Namun, hal ini tetap tidak menyurutkan antusiasme pengunjung yang berkumpul halaman di depan Rumah Teropong Zeiss Besar sambil berharap-harap cemas. Teropong baru kembali dikeluarkan pada Pukul 15.15 WIB seiring kembali bersinarnya matahari. Sungguh karunia Tuhan akhirnya matahari kembali muncul dan saya berkesempatan liat peristiwa sains yang langka ini, ujar Yovie Susanto (60), pengunjung asal Jakarta yang hadir di Bosscha sejak pukul 10.30 WIB.

Memanfaatkan waktu libur, beberapa pengunjung mengikutsertakan keluarganya untuk menyaksikan gerhana matahari cincin ini. "Saya datang kesini (Bosscha) hanya untuk menyaksikan fenomena langka ini. Anak saya sengaja diajak kesini menyaksikan gerhana matahari cincin secara langsung," ujar Yeti (39), pengunjung asal Cimahi yang hadir dengan suami dan tiga anaknya.

Begitu cuaca cerah, pengunjung pun berlomba-lomba menyaksikan gerhana lewat teropong. Panitia menyediakan dua buah teropong, yaitu tipe Coronado (berdiameter 60 milimeter) dan Celestron (200 milimeter). Dari Coronado, citra matahari yang dimasuki penumbra bulan terlihat kemerah-merahan. Antrean panjang pengunjung untuk melihat teropong ini mencapai hingga 100 meter.

Merusak mata

Beberapa yang enggan antre memilih memakai kacamata pelindung (filter myler) untuk menyaksikan gerhana secara langsung tanpa teleskop. Melihat gerhana matahari tanpa pelindung sangat berbahaya buat mata. Bisa merusak retina secara permanen, ujar Koordinator Pengamatan Observatorium Bosscha Muhammad Irfan. Pemandangan indah pun terlihat pada pukul 16.10 WIB ketika matahari diselimuti awan tipis. Pengunjung pun bisa melihat proses matahari dimasuki penumbra bulan dengan mata telanjang.

Kesempatan untuk menyaksikan gerhana ini tidak lebih dari satu jam karena b erikutnya cuaca berawan kembali. Pengunjung pun tidak berkesempatan menyaksikan puncak dari gerhana matahari cincin. Saya kecewa sekali sudah antri sela satu jam tetapi tidak dapat menyaksikan gerhana matahari karena cuaca mendung. Sekarang mataharinya tetutup awan, ujar Yati (42), pengunjung dari Jakarta yang antre satu jam.

Antusisme menyaksikan gerhana matahari juga terjadi di Universitas Pendidikan Indonesia. Sebanyak 95 orang yang mayoritas pelajar dan mahasiswa mengikuti acara pantauan bersama gerhana. Di tempat ini, pengunjung hanya bisa menyaksikan gerhana lewat televisi. Di dalam acara yang diselenggarakan Unit Kegiatan Khusus Cakrawala Fakultas MIPA UPI ini diadakan pula diskusi ilmiah tentang gerhana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com