Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bayang-bayang Sebuah Kejayaan

Kompas.com - 05/01/2009, 08:15 WIB

Tiang batu miring itu dianggap sebagai tonggak tempat menambatkan gajah milik raja, sementara lokasi Kubur Agung dipercaya sebagai titik yang digunakan Raden Wijaya untuk bertapa sebelum mendirikan Majapahit pada tahun 1292 (ada juga yang menyebut 1293) dan tempat Gajah Mada memantapkan hati sebelum mengucapkan Sumpah Amukti Palapa. ”Ya, di sini ini kejayaan bangsa kita berawal, Mas!” tukas Joko, seorang peziarah dari Rembang, Jawa Tengah, pada hari Minggu yang bertepatan dengan Malam 1 Suro itu.

Sari pati

Selain Pendapa Agung, titik tujuan peziarah lainnya adalah kompleks Makam Troloyo dan Siti Hinggil, yang dipercaya sebagai makam Raden Wijaya. ”Paling ramai setiap malam Jumat Legi. Orang bisa antre untuk bisa masuk kompleks makam,” ujar Ny Sarjono (42), penduduk asli Trowulan yang membuka warung makan di dekat Makam Troloyo.

Mereka datang ke lokasi-lokasi itu dengan berbagai tujuan. Ada yang sekadar mencari berkah, ada yang bertujuan mengasah ilmu kebatinan, bahkan ada yang berniat mencari pusaka peninggalan Majapahit. ”Yang paling penting kita mengenang dan meneladani kebesaran para leluhur dulu. Jadi kalau punya hajat atau niat untuk kiprah besar, kita ke sini untuk mengingat para leluhur kita dulu pernah berhasil mewujudkan kiprah besarnya,” tutur Widagdo (32), peziarah dari Sidoarjo yang tiga tahun terakhir ini rutin datang ke Trowulan tiap malam 1 Suro.

Momen 1 Suro atau Tahun Baru dalam sistem penanggalan Jawa (Islam) di Trowulan juga dimeriahkan dengan Grebeg Suro Majapahit. Sebelas tahun terakhir ini, tradisi tersebut dihidupkan lagi. ”Acara ini digelar untuk memotivasi generasi sekarang agar punya kebanggaan dan kekuatan mental sebagai bangsa Indonesia, yang sari patinya banyak diambil dari zaman Majapahit,” ujar KPA Djati Kusumaningbongso Soeharto Soerjodiningrat, ketua panitia Grebeg Suro Majapahit.

Tak sejalan

Namun, keterikatan dan kepedulian dalam semangat itu kadang tak sejalan dengan kepedulian dalam bentuk fisik. Sudah sejak puluhan tahun silam peninggalan fisik sisa-sisa ibu kota Majapahit di Trowulan terkikis kegiatan ekonomi penduduk di sekitarnya.

Penggalian tanah untuk membuat sawah atau industri batu bata di sekitar Trowulan berlangsung liar tanpa kendali, padahal di mana pun kita menggali di daerah Trowulan, hampir dapat dipastikan akan menemukan sisa-sisa peninggalan Majapahit.

Seperti yang terlihat hari Selasa (30/12), tenda-tenda tempat pembakaran batu bata berderet hanya beberapa meter dari situs Candi Brahu dan Candi Gentong di Desa Bejijong, Trowulan.

Tanah persawahan di sekitar tempat pembakaran itu pun sudah menganga, tergali hingga kedalaman satu meter, sekadar untuk dicetak menjadi batu bata. Ironisnya, terpal- terpal plastik untuk melindungi bata yang belum kering itu ditindih bongkahan batu bata kuno dari era Majapahit. ”Kita gali sedikit saja pasti akan ketemu peninggalan Majapahit. Mulai dari pecahan gerabah, fondasi bata, bahkan pernah ada yang nemu emas,” ungkap Rusiono (46), salah satu pembuat batu bata di Bejijong.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com