Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Luas Segara Anakan Tinggal Kurang dari 800 Hektar

Kompas.com - 14/12/2008, 17:27 WIB

 

 

 

CILACAP, MINGGU — Sedimentasi di Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah, hingga saat ini belum dapat dikendalikan. Dengan rata-rata sedimentasi per tahun mencapai 5 juta meter kubik, diperkirakan saat ini luas laguna Segara Anakan kurang dari 800 hektar atau tinggal seperempat dari luas laguna tersebut pada tahun 1984.

Kondisi tersebut diperparah dengan makin luasnya konversi lahan untuk permukiman, serta rusaknya kawasan mangrove di wilayah itu. Akibatnya, biota laut di wilayah ini banyak yang punah.

Data dari Badan Pengelola Kawasan Segara Anakan (BPKSA) yang diperoleh Kompas, akhir pekan lalu, menunjukkan, pada tahun 1984 luas laguna yang memiliki hutan mangrove terluas di Jawa itu mencapai 2.906 ha. Jumlah tersebut pada tahun 1994 atau 10 tahun kemudian menyusut 1.331 ha menjadi 1.575 ha. Luasan tersebut kembali turun pada tahun 2005 atau 11 tahun kemudian menjadi 834 ha. Artinya, dalam kurun waktu 21 tahun, terjadi penyusutan luasan laguna 2.072 ha atau 98,6 ha per tahun.

Kepala BPKSA Supriyanto mengungkapkan, pada tahun 2003, luas laguna Segara Anakan, bahkan, sempat mencapai 600 ha. Penyudetan Sungai Cimeneng dan pengerukan sedimentasi pada tahun tersebut membuat luasan laguna naik menjadi 834 ha pada tahun 2005.

Akan tetapi, dengan total sedimentasi yang masuk dari tiga sungai, yaitu Citanduy, Cimeneng, dan Cikawung yang mencapai 5 juta meter kubik per tahun diperkirakan luasan laguna saat ini kian menyempit lagi. Bila rata-rata per tahun penyusutan akibat sedimentasi mencapai 98,6 ha, luasan laguna diperkirakan kurang dari 800 ha pada tahun 2008 ini, terlebih dengan tak terkendalinya kerusakan hutan di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Citanduy, Cimeneng, dan Cikawung.

"Sedimentasi menjadi persoalan utama di Segara Anakan. Pendangkalan pun terjadi dan sulit dikendalikan. Endapan baru juga muncul di bagian barat yang dikhawatirkan akan menutup perairan di Plawangan Barat," kata Supriyanto.

Untuk mengurangi laju sedimentasi, rencana penyudetan Sungai Citanduy sudah sejak lama didengungkan, baik oleh pemerintah daerah, maupun pusat. Namun, rencana tersebut sampai saat ini tak pernah terealisasi. Menumpuknya sedimentasi di Segara Anakan dikhawatirkan akan menimbulkan ancaman banjir besar di wilayah Cilacap karena tertutupnya aliran di muara.

Di samping itu, degradasi lingkungan di kawasan Segara Anakan pun juga terjadi. Hutan mangrove di wilayah itu kini tinggal 8.359 ha. Itu pun data tahun 2003. "Padahal, tahun 1974 masih seluas 15.551 ha. Berkurangnya luasan mangrove itu akibat pembalakan liar, baik oleh warga di Segara Anakan, maupun dari luar kawasan itu," kata Supriyanto.

Kerusakan lingkungan di Segara Anakan mengancam kekayaan biota laut di kawasan ini. Peneliti Senior dari Badan Pengembangan dan Penerapan Teknologi, Odilia Rovara, mengungkapkan, Segara Anakan mempunyai biota yang unik, salah satunya adalah ikan sidat. Ikan ini memiliki kandungan DHA hampir dua kali lipat dibandingkan ikan biasa. "Dari 12 species ikan sidat di dunia, tujuh di antaranya berkembang di Segara Anakan. Hal ini karena kawasan tersebut memiliki ekosistem yang unik," kata Odilia.

Ke depan, ikan sidat diharapakan dapat dibudidayakan secara lebih intensif. Selain dapat mempertahankan keunikan ekosistem di Segara Anakan, nilai ekonomis ikan sidat sangat berguna untuk mengurangi laju eksploitasi mangrove di Segara Anakan.

Deputi Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Bidang Kependudukan, Kesehatan, dan Lingkungan Hidup Emil Agustiono menandaskan, masalah di kawasan Segara Anakan adalah masalah nasional. Kerusakan di kawasan tersebut juga merupakan ancaman terhadap bencana nasional. "Karena itu, penyelesaiannya harus bersama-sama, melibatkan semua instansi, wilayah, dan mitra kerja. Kami akan segera rapat koordinasi untuk mengatasi masalah ini," tandas dia.

 

 

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com