Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bukan Masanya Mengadu Cupang

Kompas.com - 21/09/2008, 05:24 WIB
Laporan Wartawan Kompas, Susi Ivvaty

APA istimewanya ikan cupang (Betta splendens)? Ukurannya kecil, penyendiri, dan gemar berantem. Nah, justru itu menariknya, di samping warnanya yang tajam dan beragam serta bentuknya yang indah. Penggemarnya sejagat, termasuk mereka yang tergabung dalam Komunitas Indo Betta Splendens (INBS).

Umumnya, penggemar ikan cupang mengakrabi ikan ini sejak masa kanak-kanak. Menyaksikan dua ikan cupang berkelahi rasanya asyik betul. Saat ikan marah, bentuknya menjadi lebih indah. Siripnya terkembang sempurna. Ya, cupang memang dikenal sebagai ikan aduan. Waktu bertarung bisa tiga jam, sampai salah satunya mati dan yang lain lemas. Wah….

”Di habitat aslinya, ikan ini memang soliter. Di satu lubuk, biasanya hanya ada satu pejantan. Makanya kalau bertemu jantan lain, berkelahi,” ujar Toni Hidayat (29), Ketua INBS.

Kalau ketemu betina? Cupang jantan akan berjoget lantas membuat sarang busa dengan air liurnya. Kalau kawin, cupang betina dijepit si jantan. ”Nah kalau ceweknya terlalu gemuk, ia ditubruk cowoknya agar keluar telur. Telurnya diambil cowoknya dan ditaruh di busa. Indah, deh,” tutur Toni. ”Oya, biasanya cupang kawin pukul 10 pagi,” sambung pria yang rupanya gemar menonton cupang kawin ini.

Toni mengenal cupang sejak usia lima tahun. Saat ia sekolah dasar, saban pekan selalu datang penjual ikan ke sekolah sampai dikerubuti anak-anak. Ia pun mulai gemar mengadu cupang. ”Sampai SMA saya masih suka ngadu, tapi pas kuliah saya stop,” tuturnya. Koleksi cupang yang ia miliki kemudian dipelihara dan dikembangbiakkan hingga ratusan ekor.

Anggota komunitas lain, Joty Atmadjaja (46), mempunyai pengalaman sama. ”Dulu kalau saya diajak ke pasar, selalu berhenti di toko ikan. Saya pandangi lama-lama semua ikan hias. Ketika melihat cupang, saya tertarik, karena suka beradu. Saya lalu terbiasa mengadu ikan cupang, asyik rasanya,” tutur wiraswasta yang mengoleksi ribuan ekor cupang hias dan ratusan cupang alam ini.

Saat ia dewasa, kenangan masa kecil muncul kembali. Kali ini cupang bukan lagi untuk diadu, tetapi untuk dinikmati keindahannya, dipelihara, dikoleksi, dibudidaya, dan bisa juga dijual sampai mancanegara.

Joty bahkan sampai keluar dari perusahaan makanan olahan tempat ia bekerja pada tahun 2006 gara-gara cupang. Padahal, ia bekerja di perusahaan itu sejak 18 tahun lalu hingga posisi terakhir sebagai direktur marketing internasional. ”Demi kecintaan pada cupang. Enggak enak kan sama atasan dan anak buah karena mereka lebih sering melihat cupang di layar komputer saya dibanding urusan kerjaan, he-he-he,” jelasnya.

Kini setelah berwiraswasta, Joty lebih bebas mengatur waktu untuk bercengkerama dengan cupang-cupangnya. ”Bisa berjam-jam ngurus cupang. Bersihin akuarium, kasih makan, memandanginya menari, menikmati warna-warna cerahnya. Lupa makan deh,” ungkapnya.

Komunitas dunia

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com