Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kekeringan sampai November akibat IOD Positif

Kompas.com - 01/08/2008, 15:18 WIB

Oleh Yuni Ikawati

Kekeringan yang melanda Indonesia selalu dikaitkan dengan gejala El Nino. Ternyata, selain El Nino, ada fenomena kelautan lain yang juga berdampak sama, yaitu Indian Ocean Dipole Mode Positif yang terjadi di Samudra Hindia. Kekeringan yang terjadi saat ini diketahui merupakan akibat fenomena tersebut.

Musim kemarau yang cenderung kering ini diprediksi melanda Indonesia hingga November mendatang.

El Nino merupakan istilah bagi gejala memanasnya suhu muka laut di barat ekuator Lautan Pasifik yang berakibat banyak hujan di Peru dan kurang hujan di Indonesia. Kondisi sebaliknya dijuluki La Nina.

Selain dari Pasifik di timur laut, Indonesia juga mendapat ancaman kekeringan dan curah hujan tinggi karena penyimpangan suhu muka laut di Samudra Hindia-di barat daya Indonesia.

Fenomena anomali cuaca di Samudra Hindia ini, Indian Ocean Dipole Mode (IOD) Positif berdampak kekeringan, sedangkan IOD Negatif mengakibatkan curah hujan tinggi di Indonesia. Fenomena IOD ini pertama kali ditemukan oleh Toshio Yamagata, guru besar dari Tokyo University, dan timnya yang melakukan observasi iklim di Samudra Hindia pada program Jamstec tahun 1999.

Hasil analisis para pakar cuaca menunjukkan, kekeringan terhebat tahun 1997 yang mendera banyak wilayah di Asia, terutama Indonesia, merupakan akibat dari munculnya dua anomali sekaligus, yaitu El Nino dan IOD Positif. Dua fenomena tersebut menghentikan suplai uap air dari dua samudra itu ke wilayah Indonesia.

Sejak itu, peneliti Jepang bekerja sama dengan pakar cuaca dari Uni Eropa-tergabung dalam Europen Union-Japan Cooperation-mengembangkan pemodelan yang disebut Simplex Couple General Circulation Model.

Dalam lokakarya tentang hasil observasi iklim di kawasan Indo-Pasifik yang dilakukan Jamstec (Japan Agency for Marine Earth Science and Technology) dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Yukio Masumoto, Subleader Climate Variations Observational Research Program dari Institute of Observational Research for Global Change (IORGC) Jamstec, Selasa (29/7) di Jakarta, mengungkapkan hasil prediksi cuaca di Indonesia menggunakan model Simplex tersebut.

Hasilnya menunjukkan, wilayah barat Indonesia terutama Sumatera, Jawa, dan Kalimantan akan kurang hujan hingga November 2008. Hal ini terjadi karena fenomena IOD Positif.

"IOD Positif mulai terlihat sekitar Mei lalu, yang ditandai dengan pendinginan suhu muka laut di timur Samudra Hindia sepanjang pantai selatan Sumatera dan Jawa," ujar Masumoto.

Ketika suhu laut di timur mendingin, yang mengakibatkan kekeringan di Indonesia dan kebakaran hutan di Indonesia dan Benua Australia, kondisi sebaliknya terjadi di bagian barat Samudra Hindia, yaitu dekat pantai barat Afrika yang menghangat. Kondisi ini menimbulkan konveksi udara atmosfer di timur Samudra Hindia, hingga mengakibatkan curah hujan yang tinggi di timur Afrika.

Ketika IOD Positif terjadi, dampaknya tidak hanya terjadi di sekitar kawasan yang berbatasan dengan Samudra Hindia, tetapi juga di berbagai wilayah di dunia. Pada umumnya, setengah wilayah barat Samudra Hindia, pantai timur Afrika, dan India akan mengalami aktivitas konveksi lebih kuat dibanding normal, sedangkan kondisi kering akan mendominasi setengah kawasan timur Samudra Hindia, termasuk Indonesia dan Australia.

"Banjir yang melanda Kenya dan Somalia dan kekeringan yang hebat di Australia diyakini berkaitan dengan kondisi IOD Positif di Samudra Hindia pada tahun 2006-2007," katanya memberi contoh.

Pada musim kemarau tahun ini tidak seluruh wilayah di Indonesia mengalami kekeringan atau curah hujan di bawah normal karena di kawasan timur Indonesia curah hujan masih tergolong tinggi sebab masih dipengaruhi fenomena La Nina yang lemah. Curah hujan terjadi karena terbentuk ”kolam panas” (suhu laut tinggi) di bagian barat ekuator Pasifik dekat wilayah timur Indonesia.

Penelitian lanjutan

Masa penelitian kelautan yang lama di Pasifik oleh Amerika Serikat dan Jepang telah menghasilkan model prediksi cuaca hingga dua tahun ke depan. Periode 1982-2007 menunjukkan kejadian El Nino dan La Nina dapat diprediksi dengan baik setahun sebelumnya, beberapa di antaranya bahkan dapat diprediksi dua tahun lebih awal.

Beberapa kejadian IOD ekstrem dapat diprediksi satu tahun ke depan. Dengan pemodelan yang ada IOD tahun 2006 dan 2007 misalnya, diprakirakan 3-4 musim sebelumnya.

"Untuk meningkatkan kemampuan prediksi cuaca, perlu penelitian iklim dan cuaca lebih lanjut di kawasan ini dalam jangka panjang," ujar Direktur Jamstec Keisuke Mizuno.

Ditemukan, variasi iklim di Samudra Hindia dapat memengaruhi evolusi ENSO (El Nino Southern Oscillation/Osilasi El Nino). Prediksi yang baik kondisi iklim di Samudra Hindia dapat meningkatkan prediksi fase muncul dan berakhirnya ENSO.

Peningkatan kemampuan prakiraan fenomena IOD di Samudra Hindia akan dilakukan dengan memperpanjang kerja sama riset kelautan dengan Indonesia (dalam hal ini BPPT), lanjut Mizuno. Saat ini telah dipasang 12 pelampung dari target 40 buah.

Fadli Syamsudin, pakar cuaca dari BPPT, mengatakan, kemampuan peneliti dan teknisi BPPT dalam pembuatan pelampung pemantauan iklim akan dikembangkan untuk mengurangi ketergantungan kepada pihak asing.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com