Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alami Belum Tentu Aman

Kompas.com - 27/04/2008, 10:52 WIB

Dari diagnosis ini akan diketahui riwayat kesehatan pasien dan risiko reaksi interaksinya terhadap herbal. ”Diagnosis ini perlu dilakukan karena metabolisme tubuh masing-masing individu berbeda,” lanjut Prapti.

Mencari dokter yang mendalami soal herbal tidak lagi sulit. Sekarang banyak dokter yang menggabungkan ilmu kedokteran dengan pengobatan herbal. Selain klinik-klinik herbal, di beberapa rumah sakit, seperti Rumah Sakit Dokter Soetomo Surabaya atau Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta, juga sudah membuka pengobatan herbal. Di Purwakarta, Jawa Barat, juga sudah ada rumah sakit khusus herbal.

Herbal juga memiliki efek samping seperti obat-obatan kimia. Efek samping yang muncul bisa bermacam-macam, seperti diare, tubuh gemetar, tekanan darah turun drastis, mual, atau pusing. Jika muncul efek samping semacam itu, kata Prapti, pasien harus segera berkonsultasi dengan dokter.

Menurut Prapti, biasanya satu herbal dikonsumsi bersama dengan herbal lain untuk saling melengkapi atau mengurangi efek samping. Misalnya, jati belanda yang biasa digunakan untuk pelangsing memiliki efek samping mengiritasi lambung. Karena itu, konsumsi jati belanda harus bersamaan dengan temulawak atau kunir putih untuk mengurangi iritasi lambung.

Patut diingat, selama pengobatan, baik dengan herbal maupun obat buatan, sebaiknya pasien minum dua liter air per hari. Ini untuk membersihkan ginjal. ”Sebenarnya, tanpa minum herbal pun kita tetap harus minum banyak untuk kesehatan ginjal,” tutur Prapti.

Butuh kesabaran

Mencari kesembuhan dengan pengobatan herbal adakalanya dibutuhkan kesabaran. Pasalnya, tidak seperti obat-obatan kimia, pengobatan dengan herbal ini membutuhkan waktu relatif lebih lama. ”Justru kalau ada obat herbal bisa cespleng (langsung sembuh), kita patut curiga,” kata Ida Marlinda, peneliti obat di Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).

Menurut Ida, herbal yang cespleng biasanya dicampur dengan bahan kimia obat (BKO) tertentu. YLKI pernah menerima pengaduan seorang ibu di Kalimantan. Ibu itu ingin anaknya yang kurus karena susah makan jadi doyan makan dan bertambah gemuk. Si ibu lalu membeli jamu kemasan penambah nafsu makan.

Dalam waktu satu bulan, anaknya benar-benar menjadi gemuk dan berat badannya bertambah lebih dari 3 kilogram. ”Ternyata herbal itu dicampur steroid,” kata Ida. Tidak berapa lama, anak itu mengalami moonface (wajah membulat).

Ada juga kasus seorang anak berpenyakit asma tiba-tiba sembuh setelah minum jamu yang dikemas praktisi pengobatan tradisional. Setelah diteliti, jamu itu mengandung tetrasiklin (antibiotik). Jadi, sebaiknya memang tidak sembarang membeli obatobatan herbal.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com