Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Puncak Hujan Meteor Geminid Besok Malam Bisa Terlihat, asal...

Ini merupakan fenomena langit paling spektakuler tahun ini.

Sedikitnya ada 120 meteor per jam yang akan menghiasi langit malam. Dengan catatan, kondisi langit cerah dan tak tertutup awan atau sinar bulan.

Wilayah Indonesia sebenarnya dapat melihat hujan meteor Geminid, tetapi adanya bulan purnama membuat kondisi langit sangat cerah dan sulit untuk melihat fenomena tersebut.

"Hujan meteor Geminid puncak pada 13-14 Desember, kemungkinan besar (sulit dilihat karena) terganggu bulan purnama," ujar Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaluddin.

Hujan meteor Geminid tahun ini

Hujan meteor Geminid sudah mulai muncul sejak 4 Desember 2019. Namun, aktivitasnya memuncak pada Jumat dan Sabtu pekan ini (13-14 Desember 2019).

Seperti dikatakan Thomas, American Meteor Society (AMS) juga menyebutkan, akhir pekan ini ada bulan purnama yang 96 persen hampir penuh.

Hal ini menyebabkan cahaya bulan membuat hujan meteor sulit terlihat.

"Bulan purnama membuat hujan meteor Geminid sulit terlihat tahun ini," kata Robert Lunsford dari AMS, dilansir Newsweek, Selasa (10/12/2019).

"Ini karena cahaya yang dipancarkan bulan terlalu terang sehingga mengaburkan semua benda di langit, kecuali bintang terang. Kalau biasanya kita dapat melihat lebih dari 100 meteor Geminid per jam di area pedesaan, tahun ini mungkin hanya 20 meteor," imbuh Lunsford.

Hujan meteor merupakan fenomena astronomi yang terjadi ketika sejumlah meteor terlihat bersinar pada langit malam.

Meteor ini terjadi karena adanya serpihan benda luar angkasa yang dinamakan meteoroid, yang memasuki atmosfer Bumi dengan kecepatan tinggi.

Ukuran meteor umumnya hanya sebesar sebutir pasir, dan hampir semuanya hancur sebelum mencapai permukaan Bumi. Serpihan yang mencapai permukaan Bumi disebut meteorit.
Hujan meteor umumnya terjadi ketika Bumi melintasi dekat orbit sebuah komet dan melalui serpihannya.

Hujan meteor Geminid memiliki warna cerah pekat, dan bergerak dengan kecepatan 35 km per detik.

Hujan meteor atau bintang jatuh yang tampak seperti garis-garis cahaya umumnya berasal dari satu titik di langit, yang dikenal sebagai pancaran.

Dalam kasus hujan meteor Geminid, fenomena ini berasal dari rasi bintang Gemini. Inilah kenapa dinamai hujan meteor Geminid.

"Para pengamat masih berpotensi mengoptimalkan peluang untuk melihat hujan meteor Geminid tahun ini, dengan melihat interval pendek antara senja dan bulan terbit," ungkap Lansford.

"Jika bulan berada di atas cakrawala, lihat ke arah berlawanan di mana efek cahaya bulan sangat kecil," imbuh dia.

Diwartakan Space.com, hujan meteor Geminid cenderung cerah dan berwarna pekat.

Puing-puing yang menghasilkan Geminid diperkirakan berasal dari asteroid 3200 Phaethon.

Setiap tahun, antara tanggal 4 sampai 17 Desember, Bumi melintasi jalur orbit Phaethon di sekitar matahari dan beberapa puing yang ditinggalkan asteroid jatuh ke atmosfer Bumi, akhirnya terbakar menjadi meteor.

"Bumi mencapai inti orbit pada 14 Desember. Saat ini kepadatan partikel sangat besar dan banyak hal yang bisa diamati," ujar Lunsford.

Phaethon yang berdiameter sekitar 3 mil pertama kali ditemukan oleh Satelit Astronomi Inframerah NASA pada 1983.

Phaethon disebut sebagai salah satu obyek dekat Bumi terbesar yang diklasifikasikan "berpotensi berbahaya" oleh para ilmuwan.

Setiap komet atau asteroid yang orbitnya berada di jarak 30 juta mil dari orbit planet kita digambarkan sebagai obyek dekat Bumi (NEO).

NEO didefinisikan "berpotensi berbahaya" jika diproyeksikan datang dalam 0,05 unit astronomi (4,647,790 mil) Bumi dan diperkirakan berukuran lebih dari 140 meter.

Phaethon merupakan putra dewa matahari Helios dalam mitologi Yunani yang dikisahkan kehilangan kendali saat mengendarai kuda dan hampir membuat Bumi terbakar.

https://sains.kompas.com/read/2019/12/12/140043223/puncak-hujan-meteor-geminid-besok-malam-bisa-terlihat-asal

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke