Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Hari Kesehatan Mental Sedunia, Pencegahan Bunuh Diri Dimulai dari Diri

KOMPAS.com- Bunuh diri merupakan satu dari tiga penyebab utama kematian pada kelompok umur 15 hingga 44 tahun, dan nomor dua untuk kelompok 10 hingga 24 tahun.

Berdasarkan data tahun World Health Organization (WHO) tahun 2010, angka bunuh diri di Indonesia mencapai 1,6 hingga 1,8 per 100 ribu jiwa. Ini artinya, kasus bunuh diri menjadi fokus yang harus disadari oleh masyarakat.

Antusiasme masyarakat Indonesia untuk membangun kesadaran tentang pencegahan bunuh diri dan kesehatan mental cukup banyak. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya kampanye yang dilakukan oleh para influencer, komunitas, dan yayasan untuk pencegahan bunuh diri.

Namun, ada langkah antisipasi bunuh diri yang sangat penting, yaitu mengenal diri sendiri.

Dalam seminar peringatan Hari Pencegahan Bunuh Diri yang bertajuk “Prevent Suicide by Loving Yourself” yang diselenggarakan oleh Departemen Medik Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia di UI Salemba (9/10), dr. Sylvia D Elvira, SpKJ (K), mengatakan bahwa self awareness dapat menjadi langkah awal mencegah bunuh diri.

"Jadi self awareness adalah perhatian terhadap diri sendiri untuk mendalami hal-hal yang dilakukan terhadap lingkungan sekitar. Setelah itu baru bisa memahami dunia luar," ujar Sylvia.

Self awareness adalah sikap yang berupaya memerhatikan pikiran, perilaku, dan perasaan. Bila Anda memiliki sikap ini dalam diri, maka Anda akan dapat memberikan dampak positif bagi orang lain.

Self awareness dapat ditanam sejak lahir. Kesadaran ini telah diteliti oleh penemu teori perkembangan psikososial, Erik Erikson.

Menurut Erikson, selain faktor jenis kelamin faktor-faktor sosial juga dapat memengaruhi perkembangan diri seseorang dalam mencari identitas dirinya.

Idealnya, manusia akan mencari dan mendapatkan jati dirinya pada fase identity vs role confusion.

Selain perkembangan, faktor lainnya adalah aspek biopsikososial (biologi, psikologi, dan sosial). Contohnya anak yang memiliki orangtua yang sibuk cenderung kurang terbuka dengan orangtuanya sehingga ia lebih dekat dengan teman sepergaulannya.

Lalu, bagaimana cara mengembangkan self awareness? berikut cara-cara untuk mengembangkan self awareness dalam diri manusia, yaitu:
• Meminta feedback dari orang lain.
• Mengetahui kelebihan dan kekurangan diri Anda.
• Introspeksi diri.
• Jangan takut untuk “berbicara sendiri”.
• Coba berkata “tidak” untuk hal-hal yang Anda tidak suka atau tidak Anda inginkan.
• Pertimbangkan ulang setiap Anda mengambil keputusan.

Tahapan perkembangan psikososial oleh Erik Erikson

1. Trust vs Mistrust (0-18 Bulan)

Fase pertama adalah fase yang dialami oleh bayi. Pada fase ini, anak diperkenalkan kepada orang-orang terdekat, seperti orangtua, pengasuh, atau saudara kandung. Jika fase ini gagal, kemungkinan anak akan tidak mudah percaya dengan orang lain.

2. Autonomy vs Shame & Doubt (18-36 bulan)

Pada fase ini, anak-anak biasanya sudah mulai bisa berbicara atau bermain. Anak akan cenderung menjadi pemalu dan peragu jika fase ini gagal.

"Pada fase ini anak baru bisa berjalan. Bagi orangtua yang suportif biasanya akan mendukung anaknya meskipun ia terjatuh, sebaliknya pada ibu yang menyalahkan anaknya akan membuat anaknya tidak pecaya diri," kata Sylvia.

3. Initiative vs Guilt (3-6 tahun)

Pada fase ini, manusia memiliki superego. Ketika memasuki fase ini, anak diajarkan nilai-nilai moral dan kebaikan. Fase ini akan berhasil jika anak memiliki inisiatif untuk melakukan kebaikan dan merasa bersalah jika melakukan kesalahan atau kejahatan.

4. Industry vs Inferiority (6-12 tahun)

Umumnya, anak usia sekolah dasar memasuki fase ini. Saat itu, anak-anak biasanya mulai bermain dengan teman sebayanya. Selain itu, pada fase ini biasanya orangtua memasukkan anaknya ke kursus atau les tambahan untuk mengembangkan potensinya.

Bila orangtua meremehkan potensi anaknya, anak akan tumbuh menjadi orang yang inferior atau tidak percaya diri.

5. Identity vs Role Confusion (12-18 tahun)

Anak-anak yang beranjak remaja biasanya mencari jati dirinya disini. "Identifikasi di sini tidak hanya soal jender, tetapi juga peran," terang Sylvia.

Anak yang memiliki orangtua protektif biasanya akan memiliki kebingungan untuk mencari jati dirinya.

6. Intimacy vs Isolation (18-35 tahun)

Pada fase ini, jika sebelumnya seseorang dapat melewati lima fase perkembangan diri, ia akan cenderung lebih mudah menjalin hubungan dengan orang lain.

Pribadi yang memiliki self awareness sangat penting untuk dapat mengembangkan hubungan yang sehat. Sementara kegagalan menjalin hubungan bisa membuat seseorang merasakan jarak dan terasing dari orang lain.

7. Generativity vs Stagnation (35-65 tahun)

Seseorang yang memasuki fase ini, merupakan orang dewasa. Kemajuan karir atau rumah tangga yang telah dicapai memberikan seseorang perasaan untuk memiliki suatu tujuan.

Namun, jika seseorang merasa tidak nyaman atau dengan alur kehidupannya, maka biasanya akan muncul penyesalan akan apa yang telah dilakukan di masa lalu dan merasa hidupnya mengalami stagnasi (kemunduran).

8. Integrity vs Despair (65 tahun ke atas)

Ketika memasuki fase yang dialami seluruh lansia, seseorang akan mengalami flash back atau mengenang masa lalu. Selain itu, ia juga berusaha untuk mengatasi berbagai permasalahan yang sebelumnya tidak terselesaikan.

Jika berhasil melewati tahap ini, maka seseorang akan mendapatkan kebijaksanaan, namun jika gagal mereka bisa menjadi putus asa.

https://sains.kompas.com/read/2019/10/10/070500723/hari-kesehatan-mental-sedunia-pencegahan-bunuh-diri-dimulai-dari-diri

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke