Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Cara Membeli Kebahagiaan Menurut Sains

KOMPAS.com -- Anda mungkin akrab dengan kalimat "kebahagiaan memang tidak bisa dibeli dengan uang". Tapi, benarkah kebahagiaan tidak bisa dibeli?

Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa anggapan tersebut tidak sepenuhnya benar. Kebahagiaan justru dapat dibeli.

Misalnya pada sebuah penelitian terbaru dari University of Bath, Inggris yang menemukan hubungan antara uang dan kebahagiaan.

Kebahagian didapatkan dari membeli waktu

Selain itu, penelitian lain juga menemukan bahwa kebahagiaan bisa dibeli dengan uang dengan cara membeli waktu. Apa maksudnya?

Menurut sebuah studi yang dipublikasikan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences, orang-orang yang membeli waktu dengan membayar orang lain untuk mengerjakan tugas yang tidak disukai, menjalani hidup yang lebih bahagia.

Sebagai contoh, bila Anda tidak suka mencuci piring, membayar orang lain untuk melakukannya dan menghabiskan waktu tersebut untuk mengerjakan hal lain yang lebih disukai akan membuat Anda jadi lebih bahagia.

Setelah mensurvei 6.000 responden di empat negara berbeda dengan pendapatan, jam kerja, jumlah tanggungan, dan karier yang beragam; mereka mendapati bahwa pembelian yang menghemat waktu berkolerasi dengan berkurangnya stres dan perasaan yang lebih positif.

Untuk semakin memantapkan penemuan mereka, para peneliti kemudian melakukan sebuah eksperimen dengan 60 orang dewasa di Vancouver, Kanada.

Selama dua akhir minggu berturut-turut, para peneliti memberi partisipan 40 dollar Kanada atau sekitar Rp 420.000 untuk membeli barang pada satu minggu dan membeli layanan yang menghemat waktu, seperti memperkerjakan pengasuh anak atau pembersih rumah, pada minggu lainnya.

Secara umum, partisipan melaporkan efek positif yang lebih tinggi setelah membeli layanan yang menghemat waktu dibandingkan dengan membeli barang.

Banyak orang tidak mau membeli waktu

Sayangnya, mayoritas orang tidak mau menukarkan uangnya dengan waktu.

Pada survei terpisah dengan 98 orang dewasa di Vancouver, para peneliti menemukan bahwa hanya dua persen orang yang mau membeli lebih banyak waktu.

Lalu, dalam survei di Belanda, hanya setengah dari milyuner yang secara rutin, membayar orang lain untuk mengerjakan tugas yang tidak mereka sukai.

Penemuan ini pun membuat Sanford DeVoe, seorang dosen psikologi di University of California yang tidak terlibat dalam studi tersebut, heran.

Dia berkata bahwa walaupun mayoritas orang merasa kekurangan waktu sehingga mengalami stres, depresi dan kurang tidur; hanya sedikit yang mau mengeluarkan uangnya untuk mendapat lebih banyak waktu.

Ashley Whillans, psikolog sosial dari Harvard University yang memimpin studi tersebut, menduga bahwa bahwa hal ini disebabkan oleh nilai waktu yang abstrak.

“Kita selalu berpikir kita bahwa akan punya lebih banyak waktu pada keesokan harinya. Akibatnya, kita tidak mau menukarkan uang yang konkrit dan bisa diukur untuk waktu, yang lebih tidak jelas” ujarnya kepada Washington Post 24 Juli 2017.

DeVoe pun menyetujui pendapat Whilians.

Dia mengatakan, ketika Anda membayar seseorang untuk membersihkan rumah atau memotong rumput di halaman, Anda tahu dengan pasti uang yang akan berkurang dari dompet. Namun, Anda tidak tahu seberapa besar kebahagiaan yang akan didapat dari membayar orang lain untuk melakukannya.

https://www.kompas.com/sains/read/2017/08/03/170742323/cara-membeli-kebahagiaan-menurut-sains

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke