Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masuk Daftar 10 Spesies Baru 2017, Inilah Keunikan Tikus Akar Sulawesi

Kompas.com - 29/05/2017, 21:05 WIB

KOMPAS.com -- Tikus akar atau slender rat (Gracilimus radix) pertama kali ditemukan di Sulawesi pada tahun 2011. Kini, tikus tersebut menjadi satu-satunya binatang yang masuk dalam daftar 10 temuan binatang dan tanaman paling penting selama 12 bulan terakhir.

Daftar ini diseleksi dari sekitar 18.000 temuan di seluruh dunia oleh College of Environmental Science and Forestry (ESF) di Amerika Serikat dari 10 spesies tersebut, empat berasal dari Asia, yaitu dari India, Indonesia, Laos dan Malaysia, dan sisanya dari Amerika Utara (Meksiko dan Amerika Serikat), Amerika Selatan (Brasil dan Kolombia) dan Oceania (Australia dan Papua Nugini).

Daftar ini sengaja dibuat untuk menunjukkan keanekaragaman penemuan yang diharapkan bisa menarik perhatian publik.

Dr Kevin Rowe Kurator Senior Bidang Mamalia dari Museum Victoria di Melbourne yang terlibat dalam penemuan tikus akar tersebut mengatakan sangat bangga bahwa penemuan mereka masuk ke dalam daftar 10 besar spesies tersebut.

"Kami berharap pengakuan mengenai tikus akar, dan penemuan kami lainnya di Sulawesi, akan membuat perhatian ke Sulawesi lebih besar. Di sana, hutannya yang cantik dan menjadi tempat bagi ribuan spesies yang tidak ditemukan di tempat lain semakin terancam," kata Rowe.

Selama empat tahun terakhir, tikus akar telah ditemukan di Gunung Gandangdewata oleh sebuah tim internasional yang terdiri dari Dr Kevin Rowe (Museum Victoria); Anang Achmadi dari Museim Zoologi di Bogor, dan Dr Jacob Esselstyn (Louisiana State University Museum of Natural Science dari Lousiana State University di Amerika Serikat).

"Penemuan kami akan tikus spesies baru ini menunjukkan adanya keanekaragaman yang luar biasa di hutan Gandangdewata, banyak yang sampai sekarang belum diketahui oleh para ilmuwan," lanjut Dr Rowe.

Penemuan tersebut juga dibantu oleh penduduk desa Rantepangko di kecamatan Mamasa, Sulawesi Tengah, yang bersedia memandu tim peneliti internasional dari Australia, Indonesia dan Amerika Serikat ke kawasan hutan yang terpencil.

Keunikan tikus akar

Heru Handika adalah mahasiswa S2 asal Indonesia di bidang biologi yang selama dua tahun terakhir juga bekerja di Museum Victoria di Melbourne. Kepada wartawan Australia Plus Indonesia Sastra Wijaya, Heru menjelaskan keunikan tikus tersebut.

"Dari analisa isi perutnya, diketahui bahwa sebagian besar makanannya adalah akar tumbuhan sehingga secara makanan, dia lebih mirip dengan kelompok tikus lain di Sulawesi yang tidak memakan daging," ujarnya.

"Namun secara evolusi, lewat analisa DNA, diketahui bahwa tikus akar lebih berkerabatan dekat dengan tikus pemakan daging. Kami menyebut ini proses evolusi berbalik dari jenis pemakan daging. " tambah Heru lagi.

Sebelumnya, Heru juga pernah membantu Dr Rowe ketika melakukan penelitian dari Sulawesi, tetapi dia tidak terlibat dalam penemuan tikus akar ini.

"Tikus ini ditemukan pertama kali oleh supervisor saya Dr Kevin C Rowe dan Dr Anang S Achmadi (Museum Zoologicum Bogoriense) ketika mereka melakukan ekspedisi di Gunung Gandang Dewata tahun 2011," katanya.

Walaupun penemuan tersebut terjadi sebelum ditemukannya tikus hidung babi pada tahun 2013, tetapi penulisan publikasinya dilakukan setelahnya."

"Penemuan baru dipulikasikan tahun 2016. Ini merupakan publikasi jenis baru terakhir yang tim kami lakukan. Namun, saya sendiri tidak terlibat dalam penemuannya. Dr Rowe, Dr Achmadi, dan Dr Esselstyn adalah yang terlibat dalam penemuan dan proses penulisan publikasinya," jelas Heru.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau