Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RS Waa Banti, Fasilitas Kesehatan Lengkap di Kaki Pegunungan Papua

Kompas.com - 27/03/2017, 12:03 WIB
Lusia Kus Anna

Penulis

KOMPAS.com - Walau letaknya terpencil di kaki pegunungan, namun RS Waa Banti di Distrik Tembagapura, Papua, memiliki fasilitas yang lengkap. Tenaga medis di rumah sakit ini juga tersedia, mulai dari bidan, dokter anak, sampai dokter bedah.

Berdiri sejak tahun 2002, fasilitas kesehatan RS Waa Banti (RSWB) memberi layanan gratis bagi warga sekitar yang merupakan tujuh suku asli di wilayah itu, yaitu Amungme, Kamoro, Damal, Ekari, Moni, Dani, dan Mee.

Terletak sekitar 4 kilometer dari Kota Tembagapura, lokasi perumahan dan kantor PT Freeport Indonesia, RSWBB dibangun dari dana kemitraan PT Freeport Indonesia yang dikelola Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK).

Nuansa Papua sangat kental di rumah sakit ini, misalnya saja papan petunjuk nama ruangan di buat dalam dua bahasa, yakni bahasa Indonesia dan bahasa Suku Amungme. Demikan pula dengan ruang makan pasien yang dipisahkan antara laki-laki dan perempuan, seperti budaya orang Papua.

Menurut dr.Toni Kustolani, Koordinator RSWBB, rumah sakit ini memiliki 3 dokter umum, 19 perawat, dan 1 bidan. "Ada dokter spesialis yang melakukan kunjungan seminggu sekali, yakni dokter bedah, dokter anak, dan terapis fisioterapi," katanya saat menerima kunjungan beberapa media pada Kamis (23/3/2017).

Rumah Sakit Waa Banti, termasuk dalam rumah sakit tipe D. Terdapat 60 tempat tidur yang tersedia dengan tingkat keterisian sekitar 20-40 persen. Tersedia juga ruang isolasi untuk pasien tuberkulosis yang dahaknya masih positif mengandung bakteri. Mereka akan dirawat di sini, bisa sampai berbulan-bulan, sampai dinyatakan sembuh dan tidak menularkan TB lagi.

Keunikan lain dari rumah sakit ini adalah memiliki fasilitas yang tak kalah dengan rumah sakit di pusat kota. Sebut saja fasilitas ruang gawat darurat yang bisa menangani hampir semua kegawatan, sampai fasilitas radiologi dan USG. Tersedia juga fasilitas untuk melakukan tindakan bedah minor.

"Dokter di UGD ini bisa memberikan basic life suport. Kalau harus ada yang dirujuk ke RS di Tembagapura, bisa distabilkan dulu di sini," kata dr.Toni.

Selain itu, RSWB juga memiliki laboratorium yang lengkap. Pemeriksaan urine, darah, termasuk cek malaria atau tuberkulosis, juga bisa dilayani di sini.

Dalam seminggu, RSWB melayani sampai 500 pasien yang berasal dari tiga desa, yakni Waa Banti, Arwanop, dan Tsinga. Meski begitu, seringkali pasien berasal dari kabupaten berbeda, seperti dari distrik Ilaga atau Sugapa yang jauh dari sarana kesehatan seperti puskesmas.

Untuk menjangkau RSWBB, warga yang tinggal di pegunungan, harus berjalan berjam-jam sampai Waa Banti.

Menurut dr.Milka Tiandra, ahli kesehatan masyarakat di RSWB, untuk pasien yang dalam kondisi darurat, misalnya patah tulang, ibu hamil, atau kegawatan lain, akan dijemput dengan helikopter milik PT Freeport Indonesia.

"Kami bekerja sama dengan puskesmas atau kader kesehatan di kampung-kampung. Nanti mereka yang akan menilai apakah perlu dijemput helikopter atau tidak. Kalau darurat, langsung menghubungi kami dan dijemput untuk dibawa ke RSWB atau RS Tembagapura," kata dr.Milka.

Walau begitu, kondisi cuaca terkadang membuat helikopter tidak bisa terbang. "Pernah ada pasien yang berjalan kaki lebih dari 6 jam untuk melahirkan. Sampai rumah sakit sudah bukaan lengkap," katanya.

Kompas.com/Lusia Kus Anna Ruang UGD di RS Waa Banti, Distrik Tembagapura, yang lengkap.
Ubah perilaku

Halaman Berikutnya
Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau