Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 02/03/2017, 12:00 WIB

KOMPAS.com - Nyeri haid merupakan kondisi yang kerap mengiri masa menstruasi. Walau begitu, tak semua nyeri haid bisa dianggap sebagai hal yang normal.

Bagi Hannah Lenehan (33), setiap bulan selalu sama. Pada satu minggu ia merasa "normal". Minggu berikutnya ia menggambarkan sebagai minggu nyeri pada rahimnya. Seminggu kemudian mood-nya menjadi tidak stabil.

"Ada bulan-bulan di mana saya bisa mengontrolnya, tapi kebanyakan tidak bisa," kata wanita yang mengalami kondisi ini sejak usia 10 tahun ini.

Selama pekan yang moody itu, ia akan sangat sensitif pada suara bising dan marah tanpa sebab yang jelas.

Lenehan tak pernah mengambil cuti karena ia sering sekali tidak masuk karen sakit. "Orang kebanyakan tak mengerti apa yang saya rasakan di dalam," ujarnya kepada The Huffington Post.

Pada minggu terakhir siklus haidnya, yakni saat ia mengalami menstruasi, ia akan merasa kelelahan, gampang tersinggung, payudara bengkak dan sakit, kram perut, nyeri pada kaki, dan diare.

"Rasa sakitnya saat haid seperti orang kontraksi melahirkan," katanya.

Penderitaan Lenehan disebabkan karena ia mengalami gangguan dysphoric premenstrual (PMDD).

Dokter menyebut kondisi tersebut sebagai sindrom pramenstrual karena gejalanya akan muncul menjelang siklus ovulasi dan menstruasi.

Gejala PMDD memang mirip dengan PMS, seperti perut kembung, sakit kepala, kram, dan kelelahan. Tetapi perbedaan utamanya adalah wanita yang menderita PMDD juga mengalami depresi, kecemasan, dan gangguan mood lainnya.

Para ilmuwan menduga bahwa wanita penderita PMDD memiliki sensitivitas pada hormon seks yang dilepaskan tubuh saat menstruasi. Hal itu menyebabkan gejala-gejala yang ekstrem.

Studi teranyar juga menunjukkan bahwa ketidakteraturan genetik mungkin menjelaskan mengapa tubuh wanita lebih sensitif pada hormon dibanding yang lain.

Saat ini penderita PMDD biasanya diterapi hormon dan juga diberi obat antidepresi ataupun obat anti-nyeri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau