JAKARTA, KOMPAS - Diare masih menjadi salah satu penyebab kesakitan dan kematian utama bagi anak usia di bawah lima tahun di banyak negara, termasuk Indonesia. Hampir separuh kasus diare disebabkan rotavirus. Diare berat itu hanya bisa dicegah dengan vaksinasi.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Sri Suparyati Soenarto, Jumat (20/1), di Jakarta, mengatakan, dari surveilans di delapan provinsi tahun 2009-2015 diketahui, setengah dari anak balita diare yang butuh rawat inap mengalami diare akibat rotavirus.
Namun, masyarakat umumnya tak menganggap diare adalah masalah penting. Tak banyak warga mengetahui ada diare yang disebabkan rotavirus.
Diare masih dianggap sebagai penyakit yang tidak mematikan dan bisa diobati. Padahal, diare rotavirus jika tak ditangani secara baik bisa menyebabkan kematian. "Diare karena rotavirus tak bisa diatasi hanya dengan mencuci tangan atau menjaga higienitas," ucap Suparyati.
Rotavirus menyebabkan peradangan di saluran pencernaan dan usus. Rotavirus umumnya menginfeksi usus kecil dan menghancurkan permukaan jaringan usus sehingga penyerapan nutrisi makanan terganggu.
Kebanyakan anak-anak yang terjangkit diare akibat rotavirus mengalami muntah sehingga menghambat terapi rehidrasi dengan oralit. Itu mengakibatkan dehidrasi jadi lebih parah dan bisa berujung kematian.
Penyebab kematian
Di dunia, diare akibat rotavirus menjadi penyebab kematian hampir setengah juta anak balita setiap tahun dan membuat jutaan anak balita lain dirawat. Sekitar 95 persen dari jumlah kasus rotavirus terjadi di negara berpenghasilan menengah ke bawah di Asia dan Afrika yang belum memasukkan vaksin rotavirus ke dalam program imunisasi nasional.
Sementara di Indonesia, menurut riset tahun 2009, rotavirus mengakibatkan sekitar 700.000 atau seperlima kunjungan poliklinik, sekitar 200.000 atau separuh dari jumlah total kasus rawat inap. Rotavirus juga menyebabkan 10.000 atau 4 dari 5 kematian anak balita di Tanah Air.
Sejauh ini, diare akibat rotavirus hanya bisa dicegah dengan vaksinasi. Dua vaksin yang direkomendasikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sejak 2008 kini dipakai negara-negara di dunia. Pada 2009, WHO merekomendasikan pemakaian dua vaksin itu secara luas.
Namun, hingga kini pemakaian dua vaksin itu di Indonesia masih rendah. Selain harganya mahal, vaksin itu belum masuk dalam program imunisasi nasional.
Riset vaksin
Saat ini, PT Bio Farma (Persero) berkolaborasi dengan Fakultas Kedokteran UGM dan Murdoch Childrens Research Institute di Australia mengembangkan vaksin rotavirus.
Menurut Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan Kementerian Kesehatan Elizabeth Jane Soepardi, diare akibat rotavirus selama ini banyak menyebabkan kematian.
"Pasien diare karena rotavirus mengalami muntah sehingga tidak bisa diberi oralit, harus langsung dibawa ke rumah sakit," ujarnya.
Jane menambahkan, jika uji klinis berhasil, pada 2018 vaksinasi rotavirus akan mulai diberikan bertahap. Karena produksi dalam negeri, pengadaan vaksin rotavirus tak terlalu membebani anggaran.
Rencana pemberian vaksin rotavirus itu jadi bagian dari rencana pemberian vaksin baru dalam lima tahun ke depan.
Sebelum pemberian vaksin rotavirus pada 2018, tahun ini empat vaksin akan diberikan secara bertahap melalui program uji demonstratif. Empat vaksin itu adalah, vaksin human paviloma virus, pneumokokus, rubela atau campak jerman, dan japanese encephalitis. (ADH)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 21 Januari 2017, di halaman 14 dengan judul "Waspadai Diare Rotavirus".