Salah satu yang sering dikeluhkan pasien adalah soal takutnya mereka melakukan perjalanan dengan pesawat.
Akhir tahun yang identik dengan liburan sekolah dan cuti kerja membuat perjalanan pesawat menjadi salah satu yang tidak bisa dihindarkan. Beberapa kisah di bawah ini mungkin bisa memberikan gambaran tentang ketakutan ini.
Kisah 1. Pasien seorang laki-laki muda usia 30-an. Dia biasanya tidak pernah mengalami masalah takut terbang saat masih di usia 20-an. Belakangan sejak 1 tahun yang lalu dia menghindari perjalanan dengan pesawat. Cerita diawali ketika pasien pernah mengalami serangan panik di saat perjalanan dengan mobil di tol.
Saat itu pasien merasa tiba-tiba jantungnya berdebar kencang, keluar keringat dingin, napas seperti tercekat dan keluar keringat dingin. Pasien menggambarkannya sebagai suatu kondisi seperti serangan jantung dan membuat pasien takut luar biasa.
Saat diperiksa ke IGD pasien tidak mengalami gangguan dalam fungsi tubuhnya. Sejak kejadian itu yang kemudian disusul oleh kejadian berikutnya di bioskop, pasien menjadi selalu was-was jika bepergian sendiri. Puncaknya adalah ketika dia diminta untuk melakukan perjalanan bisnis dengan pesawat terbang.
Sempat merasa tidak yakin dengan kondisi kemampuannya tetapi pasien memaksa dirinya karena tidak ada lagi yang bisa menggantikan. Ternyata serangan panik kembali datang saat pasien berada di dalam pesawat dan membuat perjalanan singkat sejam penerbangan itu membuat pasien seperti berada di dalam neraka.
Sejak saat itu pasien selalu menghindari perjalanan udara di mana dia merasa seperti terkungkung di dalam pesawat dan kesulitan melepaskan diri. Dalam wawancara, pasien mengatakan kalau ada apa-apa di udara sulit sekali mendapatkan pertolongan.
Kisah 2. Pasien seorang mantan pramugari yang melakukan tugas terbangnya lebih dari 10 tahun. Saat menjalani pekerjaannya tidak ada masalah dalam menjalankan tugasnya dan pasien tidak pernah mengalami peristiwa traumatik dalam penerbangan. Sejak lepas dari tugas terbangnya tersebut, pasien melakukan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga.
Dua tahun yang lalu ia mulai mengalami gejala-gejala panik yang sering datang tanpa sebab. Pasien mulai merasakan kekhawatiran yang tidak jelas sumbernya. Sempat melakukan pengobatan ke psikiater tapi tidak lengkap.
Pasien mulai menyadari saat ini ketika diajak bepergian dengan pesawat, pasien malah merasakan ketakutan bahkan beberapa hari sebelum terbang.
Ketakutan akan terjadinya serangan panik berulang di atas pesawat membuat pasien seperti tidak mampu berpikir apa yang harus dia lakukan jika hal tersebut terjadi. Latar belakangnya sebagai seorang pramugari tetap tidak bisa membuat pasien lebih menyadari bahwa transportasi udara adalah salah satu yang teraman.
Dua kisah di atas adalah sebagian gambaran kecil pasien-pasien yang takut terbang setelah mengalami gangguan panik. Kisah pramugari itu bukan satu-satunya. Banyak orang yang sebenarnya dulu tidak bermasalah dengan terbang malah menjadi kesulitan saat ini bahkan sangat menghindari perjalanan udara.
Saya mempunyai beberapa pasien yang tidak mau terbang dan melakukan perjalan bisnis dengan konsekuensi kesulitan untuk naik pangkat dalam jabatannya.
Sering kali pasien juga merasa tidak berdaya jika harus diminta pergi dan mengikuti perintah itu, tapi selama beberapa hari sebelum terbang pasien sangat "kepikiran" akan terbangnya dan akhirnya mengganggu aktifitas hidup dan kualitas tidur.