Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ditemukan Tulang-belulang "Gadis Penyihir" yang Tewas Mengenaskan

Kompas.com - 04/12/2015, 10:00 WIB

Arkeolog Italia menemukan sisa-sisa seorang gadis remaja Medieval yang dibakar dan dibuang sembarangan di sebuah lubang. Kuburnya ditutup dengan lempengan batu yang berat.

Menurut para arkeolog, cara penguburannya menunjukkan ia terlihat sebagai bahaya bahkan ketika mati.

Kerangka itu ditemukan di kompleks San Calocero di Albenga, Liguria Riviera oleh tim yang dipimpin oleh direktur ilmiah Philippe Pergola, profesor topografi Orbis Christianus Antiquus di Pontifical Institute of Archaeology di Vatikan.

Di lokasi yang sama, pada bulan September 2014, tim menggali sisa-sisa "gadis penyihir" lain. Seorang wanita 13 tahun yang dimakamkan dengan wajah menghadap ke bawah.

Seperti penguburan menyimpang lainnya, misalnya dikuburkan dengan batu bata di mulut, dipaku atau dipancang ke tanah, atau bahkan dipenggal dan dipotong-potong, dikubur menghadap ke bawah dan makam tertutup batu, semuanya bertujuan untuk mencegah anak-anak mati bangkit dari kubur.

Analisis lebih lanjut menentukan "gadis penyihir" yang dikubur dengan wajah menghadap bawah hanya menderita penyakit kudis, gangguan yang disebabkan oleh kurangnya asupan vitamin C.

Menurut arkeolog, tak mungkin kedua "gadis penyihir" ini saling berkaitan. Sebab gadis pertama meninggal antara pertengahan 1400 dan awal 1500, dan kerangka gadis yang baru ditemukan ini tampaknya lebih tua.

"Kami sedang menunggu hasil penanggalan radiokarbon. Saat ini kami memperkirakan tanggal penguburan antara abad ke-9 dan abad ke-15," kata arkeolog Stefano Roascio, direktur penggalian.

Tingginya sekitar 4,75 kaki (1,45 meter), gadis ini mungkin berusia 15-17 tahun saat meninggal. Dia dibakar di lokasi yang tidak diketahui dan kemudian dibawa ke situs San Calocero mana dia buru-buru dikuburkan.

"Kita tidak bisa mengatakan apakah dia masih hidup atau tidak ketika dia dibakar. Api membakar tubuhnya ketika jaringan lunak masih ada, sehingga bisa terjadi sebelum kematian atau tak lama setelah kematian," kata antropolog Elena Dellù kepada Discovery News.

Gadis itu buru-buru dimakamkan, dengan hanya batu berat dilemparkan di atas kuburannya.

"Dia dibawa dan hanya dibuang dalam lubang. Kepalanya bersandar pada dinding vertikal kuburan, sehingga rangkanya membungkuk. Memang, dagu hampir menyentuh dada," kata Dellù.

Analisis awal mengungkapkan hyperostosis porotic pada tengkorak dan lingkarannya. Ini merupakan area jaringan tulang spons atau keropos dan merupakan hasil dari anemia defisiensi besi yang berat.

Selain itu, juga ditemukan enamel hipoplasia, suatu kondisi di mana enamel menjadi lemah, menunjukkan tekanan masa kanak-kanak seperti kekurangan gizi.

Kondisi ini muncul mirip dengan "gadis penyihir" pertama yang didiagnosis dengan penyakit kudis atas dasar hyperostosis porotic ditemukan di titik penting.

"Sayangnya kerangka gadis kedua rusak tepat di tulang-tulang di mana penyakit kudis dapat didiagnosis. Namun, kita tidak bisa mengesampingkan hal itu sepenuhnya dengan keberadaan hyperostosis theporotic pada tengkorak," kata Dellù.

Penggalian, yang saat ini didanai oleh yayasan swasta Fondazione Nino Lamboglia Roma dan Fondazione Bancaria De Mari Savona akan dilanjutkan pada tahun 2016.

"Pada akhir kampanye penggalian kita akan fokus pada analisis tertentu. Jika penanggalan radiokarbon menunjukkan dua gadis berasal dari periode yang sama, kami akan mencoba untuk membandingkan DNA mereka, "kata Dellù.(Lutfi Fauziah)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com