Prioritaskan Budidaya Ikan Endemis

Kompas.com - 24/07/2015, 15:45 WIB

JAKARTA, KOMPAS — Penebaran benih jenis ikan asing di perairan mengancam keberadaan jenis ikan asli (endemis). Saatnya pemerintah pusat dan daerah memprioritaskan budidaya ikan asli, khususnya untuk kebutuhan pangan.

Pakar limnologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Gadis Sri Haryani menuturkan, pemda perlu mengantongi hasil riset atau pendataan spesies di perairan umum dalam wilayahnya dan menekan introduksi ikan asing invasif. "Ikan asli sumber protein dipelajari dan dikembangbiakkan, agar tak kalah dari ikan asing," kata Gadis saat dihubungi di Bali, Kamis (23/7).

Spesies invasif adalah jenis fauna dan flora asing (dari luar negeri atau pulau lain di dalam negeri) yang berkembang dan mengganggu keragaman hayati asli. Ada 300 spesies asing invasif di Indonesia, sedangkan terkait spesies ikan invasif, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 41/2014 melarang 152 jenis ikan masuk Indonesia. Sayangnya, belum ada aturan melarang introduksi ikan asing ke perairan dalam negeri.

Gadis menilai, pemda belum memprioritaskan budidaya spesies ikan asli karena tuntutan ekonomi masyarakat. Selain itu, budidaya ikan asing sudah sangat umum, lebih mudah, dan cepat.

Beberapa ikan asing itu, nila (Oreochromis niloticus) dan mujair (Oreochromis mossambicus) yang berasal dari Afrika, dan ikan mas (Cyprinus carpio) dari Jepang/Tiongkok. Ikan dalam negeri yang biasa dibudidayakan di berbagai daerah adalah gurami (Osphronemus goramy), yang diakui fauna khas Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.

Ikan asing invasif yang diintroduksi ke suatu perairan berpotensi memangsa atau merebut pangan ikan endemis, sehingga ikan asli punah. Selain itu, budidaya dengan keramba menurunkan kualitas air.

Isu ancaman spesies invasif mulai dimuat Kompas sejak 1973. Berita Jumat (24/8/1973), Wali Kota Bandung saat itu, Otje Djundjunan, mengeluarkan larangan menjual, memelihara, atau menyimpan ikan piranha. Di Bandung sudah ada piranha yang dijual sebagai ikan hias. Padahal, ikan penghuni asli banyak sungai di Amerika Selatan itu buas, membahayakan jenis ikan air tawar, binatang lain, dan manusia.

Isu mencuat lagi saat Menteri Pariwisata Arief Yahya, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise, dan sejumlah pejabat di Papua menebarkan 1 juta benih nila dalam Festival Danau Sentani 2015. Introduksi ikan asing dinilai mempersulit pemulihan populasi ikan endemis Sentani. Setelah 17 jenis ikan asing masuk, ikan endemis seperti ikan pelangi Sentani, pelangi merah, dan gobi, terdesak (Kompas, 22/6).

Sementara itu, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Ahmad Poernomo mengatakan, jika introduksi ikan asing tetap ingin dilakukan, setidaknya ada empat syarat. Pertama, memastikan ada ketersediaan (ruang dan pakan di perairan yang cukup untuk ikan asli atau asing.

Kedua, benih ikan yang ditabur tidak tergolong karnivora maupun omnivora (pemakan segala). Ketiga, tidak ada kemungkinan terjadi kawin silang ikan asing dan asli. Keempat, harus menguntungkan secara sosial, ekonomi, maupun lingkungan.

"Meski demikian, tetap yang terbaik adalah mengembangbiakkan ikan dari perairan itu sendiri," ucap Ahmad. (JOG)

____________________

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 24 Juli 2015, di halaman 13 dengan judul "Prioritaskan Budidaya Ikan Endemis".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Terpopuler

komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau