Amir Hamidy, peneliti katak dan amfibi, mengungkapkan, ada satu koleksi katak yang punya "bisep kekar" berwarna hitam. "Bisep kekar" itu menunjukkan karakteristik humeral gland.
Katak itu hingga kini masih diklasifikasi sebagai Hylarana nicobariensis, tetapi Amir menduganya sebagai spesies baru.
Amir yang juga pimpinan Tim Ekspedisi Bioresources 2015 ke Enggano mengatakan, selain karena humeral gland-nya yang berwarna hitam, katak itu juga blotching (memiliki benjolan-benjolan atau nodul-nodul pada kaki belakang) dan punya suara yang unik.
"Kalau didengarkan dengan telinga, suaranya lebih keras (dari spesies H nicobariensis padaumumnya). Namun, saya masih harus cek dengan sonogram," ujarnya.
Untuk menentukan kebaruan spesies katak tersebut, Amir mengatakan akan memeriksa gen mitokondria 16S.
Gen 16S merupakan salah satu gen katak yang banyak terdata di dunia sehingga bisa menjadi acuan untuk menentukan kebaruan spesies.
Dihubungi Kompas.com, Senin (4/5/2015), Amir mengungkapkan bahwa untuk menyatakan bahwa suatu makhluk merupakan spesies baru, tingkat perbedaannya harus lebih dari 3 persen.
Selain reptil, peneliti burung LIPI, Hidayat Ashari, mengungkapkan beragam jenis burung unik yang ditemukan di Enggano selama ekspedisi.
Ada enam burung khas Enggano. Burung-burung itu antara lain beo enggano (Gracula enganensis), kacamata enggano (Zosterops salvadorii), dan uncal buau (Macropygia emiliana).
Burung unik lain yang ditemukan, dan diduga baru, merupakan golongan burung raja udang atau kingfisher.
"Burung raja udang di Enggano punya karakteristik berbeda dengan yang di Sumatera," kata Hidayat.
"Kalau di Sumatera, paruhnya hitam. Di Enggano, paruhnya merah. Lalu sayapnya, di Sumatera biru, kalau Enggano dominan hitam," imbuhnya.
Meski demikian, Hidayat mengungkapkan, penelitian masih dibutuhkan untuk mengonfirmasi apakah burung raja udang yang ditemukan itu merupakan jenis baru atau hanya variasi.