Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Semua Perusahaan Perkebunan dan Kehutanan di Riau Tak Patuh Aturan

Kompas.com - 10/10/2014, 19:08 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis


KOMPAS.com - Kebakaran hutan Riau terus menjadi rutinitas tahunan. Hasil studi mengungkap bahwa salah satu sebab kebakaran hutan adalah ketidakpatuhan perusahaan perkebunan serta kehutanan pada aturan untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan.

"Semua perusahaan perkebunan dan kehutanan tidak patuh. Tidak ada satu pun perusahaan yang memenuhi janjinya sendiri," kata Bambang Heru Saharjo, ketua tim studi yang menilai kepatuhan perusahaan perkebunan dan kehutanan dalam menjalankan aturan.

Bambang dan timnya melakukan audit kepatuhan. Audit dilakukan oleh Kementerian Kehutanan, Kementerian Pertanian, Kementerian Kementerian Lingkungan Hidup, Badan Pengelola REDD+, Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) serta tim ahli.

Audit dilakukan menyusul kebakaran dan kabut asap yang terus terjadi di Riau. Sepanjang 2 Januari - 13 Maret 2014, terdapat 12.541 titik panas di lahan gambut. Dari jumlah itu, 93,6 persen terdapat di Riau.

Untuk mengaudit, tim melihat beberapa kriteria. Umunya, kriteria penilaian sudah merupakan persyaratan dan kewajiban yang harus dipenuhi perusahaan pemegang konsesi perkebunan dan kehutanan.

Beberapa kriteria diantaranya adalah adanya prosedur tetap untuk mengatasi kebakaran hutan, sumber daya manusia yang berkapasitas untuk membantu pemadaman, serta ada tidanya lembaga yang menangani konflik dengan masyarakat.

Audit dilakukan pada 5 perusahaan perkebunan, 12 perusahaan kehutanan, dan 6 pemerintah daerah tingkat kabupaten/kota di Provinsi Riau. Hasil audit mengungkap bahwa tak satu pun perusahaan yang menepati janji.

"Dari 5 perusahaan perkebunan, semuanya tidak patuh, 1 dikatakan sangat tidak patuh. Sedangkan dari 12 perusahaan kehutanan, 1 kita katakan sangat tidak patuh," ungkap Bambang yang juga pengajar di Institut Pertanian Bogor (IPB).

Perusahaan dengan penilaian sangat tidak patuh adalah PT SRL Blok III dan PT SAM. Bentuk ketidakpatuhan beragam, mulai dari fasilitas menara hingga sumber daya manusia yang bertanggungjawab membantu mengatasi kebakaran hutan.
 
Contoh adalah kewajiban memiliki menara pemantau. Ternyata, walaupun menara memang ada, peralatannya tak ada. "Kita malah menemukan, menara isinya telur elang, gitar. Padahal harusnya GPS atau perangkat lain," jelasnya.

"Waktu kita tanya, katanya ada pasukan elit (untuk membantu memadampak api), tapi ternyata tidak ada. Boro-boro pasukan elit, mereka bilang cuma honorer," imbuh Bambang dalam konferensi pers di UKP4, Jumat (9/10/2014).

Sementara, audit pemerintah daerah juga menunjukkan bahwa Kabupaten Bengkalis dinilai patuh aturan. Sementara, Kabupaten Siak, Indragiri Hilir, Kota Dumai, Kabupaten Rokan Hilir, dan Kabupaten Kepulauan Meranti dikategorikan tidak patuh.

Bentuk ketidakpatuhan yang dilakukan pemerintah daerah adalah minimnya pengawasan terhadap perusahaan pemilik konsesi, belum mengetahui kewajiban mengatasi kebakaran hutan, serta perlindungan dan tata ruang yang belum optimal.

Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 dan sejumlah Peraturan Presiden serta Menteri menyatakan bahwa perusahaan yang tidak patuh aturan bisa ditindak hingga dicabut konsesinya.

Kepala UKP4, Kuntoro Mangkusubroto, dalam konferensi pers di UKP4, Jumat (9/10/2014) mengatakan bahwa tindak lanjut dari audit ini telah dilakukan. Sejumlah 6 perusahaan, yaitu PT NSP, SRL, SPM, BNS, RUJ, dan JJP telah dilaporkan.

Audit kepatuhan selanjutnya akan dilakukan di Kalimantan Tengah yang juga rawan kebakaran hutan. kepala BP REDD+, Heru Prasetyo, mengatakan, "kita akan mulai di Kalteng dalam bulan ini."

BPR REDD+ menargetkan adanya audit kepatuhan pada 6 provinsi di Sumatera dan Kalimantan yang dianggap rawan kebakaran hutan dalam beberapa waktu mendatang. Dalam jangka panjang, ditargetkan audit dilakukan pada 11 provinsi.

Kebakaran hutan menimbulkan kabut asap yang merugikan. Akibat kabut asap, 30.000 warga Riau menderita Infeksi saluran Pernafasan Atas (ISPA). Sementara, pada tahun 2012, kabut asap Indonesia menyebar hingga Singapura dan Malaysia, memaksa kepala negara harus meminta maaf.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com