"Saya masih belum berhenti terkejut dengan hasil ini. Kita telah mempelajari masalah ini selama lebih dari 50 tahun dan hasil analisis ini membuat kita harus berpikir kembali," ungkap Mersini-Houghton.
Lubang hitam secara sederhana bisa didefinisikan sebagai sebuah obyek dengan gravitasi kuat di alam semesta. Tak ada satu pun yang bisa lari ketika sudah dipengaruhi gravitasi lubang hitam, termasuk cahaya.
Selama puluhan tahun, ilmuwan berpandangan bahwa lubang hitam terbentuk ketika sebuah bintang mengalami kolaps menjadi cuma sebuah titik di alam semesta, disebut singularitas. Bayangkan Bumi tiba-tiba mengecil menjadi hanya sebesar kacang.
Saat lubang hitam terbentuk, ada semacam batas luar yang disebut horison peristiwa. Apa pun yang melewati batas itu akan dimakan oleh lubang hitam, tak akan bisa kembali atau lari. Batas itu kerap disebut "point of no return."
Kesimpulan bahwa lubang hitam tak ada didasarkan atas sanggahan Mersini-Houghton pada hasil riset Stephen Hawking pada 1974. Hasil riset itu menyatakan bahwa lubang hitam mengemisikan radiasi.
Mersini-Houghton setuju dengan Hawking. Ketika bintang kolaps, maka dia akan mengemisikan radiasi. Namun, lewat matematika, ia lalu menemukan bahwa saat bintang mengemisikan radiasi, maka bintang itu juga akan kehilangan massa.
Kehilangan massa akan memperkecil densitas bintang yang kolaps. Kalau itu terus terjadi hingga densitas sangat kecil, maka lubang hitam dan horison peristiwa tidak akan bisa terbentuk.
Mengetahui bahwa lubang hitam tidak akan bisa terbentuk lewat proses yang selama ini diyakini, Mersini-Houghton seperti dikutip dalam rilis University of North Carolina pada selasa 923/9/2014), kemudian menyatakan bahwa lubang hitam tidak ada.
Mersini-Houghton mengatakan bahwa eksperimen bisa saja dilakukan untuk membuktikan ada tidaknya lubang hitam. Namun, ia mengatakan bahwa secara matematis sudah konklusif. Lubang hitam tak ada.
Banyak astronom berpikir bahwa alam semesta berasal dari sebuah singularitas yang mulai mengembang dan diikuti Big Bang. Namun, dengan tak adanya singularitas, maka astronom harus berpikir ulang tentang pandangan mereka tentang asal usul semesta.