Josaphat Tetuko Sri Sumantyo, perekayasa UAV dari Josaphat Laboratory, Center for Environmental Remote Sensing, Chiba University, menawarkan drone khusus untuk mendukung visi Jokowi-JK. Drone itu dinamai Indonesian Sky Scanner Drone Garuda.
Lewat surat elektronik kepada Kompas.com, Senin (1/9/2014), Josaphat menguraikan, drone yang dikembangkannya merupakan perangkatpaling maju untuk saat ini. Bekerja di stratosfer, drone itu bisa terbang pada ketinggian 13-20 kilometer dan berfungsi sebagai drone sekaligus satelit.
Drone Garuda bisa dipasangi beragam sensor, yakni synthetic aperture radar (SAR), hyperspectral dan temperature camera, high resolution dan high vision camera, serta lainnya yang mendukung penginderaan jarak jauh.
Tak cuma itu, teleskop pun bisa dipasang di drone ini. Ke depan, teleskop bisa berguna untuk mengamati fase-fase Bulan. Fungsi tersebut bisa mendukung pengamatan hilal dalam menetapkan awal Ramadhan dan Lebaran.
Memiliki drone Garuda, Indonesia juga bisa turut melakukan pengembangan sesuai kebutuhannya, misalnya untuk pengembangan material, sensor, pengujian dan pengoperasian, sistem autopilot, serta sistem navigasi.
Sistem navigasi harus dikembangkan sendiri, tidak bisa memakai perangkat umum, seperti GPS. Pasalnya, drone ini bisa beroperasi di wilayah dengan ketinggian 18 km sehingga tidak memungkinkan jika memakai GPS.
Jenis sensor yang bisa dikembangkan adalah yang spesifik untuk memenuhi kebutuhan Indonesia. Misalnya untuk mengetahui penebangan liar, kebakaran hutan, dan relay telekomunikasi untuk daerah terpencil.
Proses pengembangan bisa melibatkan sejumlah lembaga penelitian dan universitas. Bila produksi massal berlangsung, maka proses pengembangan drone ini dapat menyediakan lapangan kerja.
Secara umum tentang drone stratosfer ini, Josh mengatakan, "Ini merupakan teknologi pertama di dunia sehingga, bila Indonesia mempunyai, maka kita menjadi pemimpin di dunia dalam membuat terobosan pemanfaatan ruang udara, bahkan ruang angkasa di atas negeri kita sendiri."
"Akan tetapi, bila ingin seluruh Indonesia, maka perlu kira-kira 15 unit yang dapat dipasang di tiap-tiap komando sektor TNI AU dan lainnya," urai Josh.
Harga satu drone sekitar Rp 10 miliar dan belum termasuk sensor. Adapun sensor yang dipasang minimal adalah sensor optik dan SAR yang tembus awan. Dengan kelengkapan ini, harganya menjadi Rp 10 miliar-Rp 15 miliar. Bila Indonesia bisa mengembangkan sendiri, maka biayanya akan lebih murah.
Semua perangkat drone dan sensor yang dikembangkan harus punya spesifikasi ruang angkasa, antara lain harus tahan dan dapat beroperasi pada suhu -60 hingga 100 derajat celsius, tahan terhadap radiasi ruang angkasa, dan tahan di lingkungan yang mendekati hampa udara.