Peneliti dan mantan Wakil Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Endang Sukara, mengungkapkan, "meranti bakau bisa menghasilkan etanol."
Berdasarkan hasil riset kerja sama antara LIPI dan Tokyo University, proses produksi etanol dengan 100 gram meranti bakau selama 48 jam mampu menghasilkan sekitar 20 gram etanol.
Kemampuan meranti bakau menghasilkan etanol sangat bermanfaat, terutama sebagai sumber energi alternatif yang lebih ramah lingkungan.
Kenyataan pahitnya, meranti bakau ternyata sekarang sudah masuk dalam daftar spesies terancam menurut International Union for Conservation of Nature (IUCN).
"Meranti bakau sekarang juga sudah masuk daftar CITES," kata Endang dalam diskusi media di LIPI, Jakarta, Kamis (3/4/2014).
CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) mengatur pemanfaatan sumber daya alam hayati. Masuk daftar CITES, pemanfaatan meranti bakau dibatasi.
Endang mengungkapkan, untuk bisa memanfaatkan potensi meranti bakau, upaya membudidayakan perlu dilakukan. Namun, itu butuh usaha lebih besar.
Kasus meranti bakau menunjukkan bahwa sumber daya alam hayati di Indonesia punya nilai rupiah.
"Kalau kita belum mengetahui manfaatkan, itu hanya karena sumber daya alam itu belum bersentuhan dengan ilmu pengetahuan," ungkapnya.
Endang percaya, riset akan menguak potensi setiap sumber daya alam hayati di Indonesia. Tinggal menunggu waktu.
"Sementara kita belum tahu apa manfaatnya, yang harus kita lakukan adalah menjaganya. Jangan sampai kita tahu potensinya tetapi sudah mau punah," terangnya.
Sumber daya alam hayati, kata Endang, menyimpan nilai ekonomi besar. Bisnis farmasi dunia meraup miliaran dollar AS dari pengetahuan tentang manfaat sumber daya alam hayati.