Menurut informasi dari United States Geological Survey (USGS), gempa bermagnitud 6,1 terjadi pada pukul 12.14 WIB pada kedalaman 89,1 km. Gempa tidak menimbulkan tsunami, tetapi disusul oleh 6 gempa susulan.
Terkait gempa tersebut, pakar tektonik dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Irwan Meilano, sempat mengungkapkan adanya potensi gempa Kebumen tidak hanya mengakibatkan gempa susulan, tetapi juga gempa yang terpicu (triggered earthquake).
Irwan mengatakan, gempa yang terpicu oleh gempa Kebumen itu "bisa memiliki magnitud yang lebih besar dari gempa sebelumnya." (Baca artikel "Waspada, Gempa Kebumen Bisa Memicu Gempa Lebih Besar").
Peringatan ini mendapatkan respons beragam dalam kotak komentar di Kompas.com ataupun media sosial Twitter, salah satunya adalah ketakutan dan tuduhan bahwa informasi tentang potensi gempa yang terpicu adalah upaya menakut-nakuti masyarakat.
"Jangan nakut-nakuti bos!" demikian komentar salah satu pembaca Kompas.com dengan akun bernama "Juragan Minyak - kecewa Gubernur DKI abaikan sumber polusi bising di ibu kota", pada Sabtu pukul 20.19 WIB.
Sementara itu, di Twitter, pengguna bernama "Dariel Siregar" mengatakan, "Kepo!! Berita buat masyarakat resah aje." "Anggi Anggarini" punya kicauan hampir sama. "Jangan nakut2in donk :'(," katanya.
Haruskah panik dan takut?
Menanggapi komentar pembaca, Irwan memahami bahwa informasi potensi gempa memang bisa membuat publik panik. Namun, hal tersebut tak sepenuhnya salah karena Indonesia memang memiliki catatan historis gempa mematikan, seperti gempa Aceh pada 2004 dan gempa Yogyakarta pada 2006.
Namun, ia menegaskan bahwa tujuan pemberian informasi bukanlah untuk membuat panik. "Informasi potensi bencana memang harus diberikan untuk meningkatkan kewaspadaan kita," kata Irwan saat dihubungi Kompas.com, Minggu (26/1/2014).
Irwan mengungkapkan, sering kali terjadi, Indonesia menganggap rendah potensi bencana. Informasi yang diberikan kepada masyarakat tidak sesuai dengan potensi yang sebenarnya. "Agar masyarakat tenang," tuturnya.
Menurutnya, bencana-bencana yang merenggut banyak nyawa dan membuat negara merugi sebenarnya adalah akumulasi dari ketidakpedulian kita pada potensi bencana. "Kalau kita meng-underestimate potensi gempa, ini juga salah satu bentuk ignorance," ungkapnya.
Informasi potensi gempa yang sebenarnya memang bisa membuat panik dan takut. Namun, bagaimanapun, informasi tetap perlu diberikan dengan cara komunikasi yang pas sehingga tumbuh kesiapsiagaan menghadapi bencana serta perubahan sikap.
Irwan menuturkan, sejarah memang mengharuskan warga yang hidup di selatan Jawa untuk mewaspadai gempa. Aktivitas lempeng lautan terbukti telah memicu gempa dan tsunami di Banyuwangi pada tahun 1994 serta gempa dan tsunami di Pangandaran pada 2006.
Mengapa tak detail?