Lawan Infeksi Bakteri, Ilmuwan Kembangkan Pil Tinja

Kompas.com - 06/10/2013, 16:06 WIB

KOMPAS.com — Seorang dokter dari Kanada menemukan metode baru untuk mengobati infeksi bakteri Clostridium difficile dengan cara meminum pil tinja.

Infeksi bakteri Clostridium difficile sangat mematikan. Kondisi ini bisa menyebabkan penderitanya mengalami diare hebat, turun berat badan, dan bahkan bisa juga memicu kegagalan fungsi ginjal.

Di Amerika Serikat, tercatat setiap tahun 14.000 orang meninggal karena bakteri ini, kasus serupa juga pernah merebak di Australia.

Saat ini pasien yang menderita infeksi bakteri Clostridium difficile biasa diobati dengan metode transplantasi feses atau memasukkan kotoran dari orang sehat ke usus penderita diare hebat yang sering disebabkan oleh bakteri ini.

Namun, kini Doktor Thomas Louie dari Universitas Calgary di Kanada berhasil menciptakan cara mencuci sampel kotoran dari donor dan menguranginya hanya tinggal bakteri penting yang kemudian bisa ditelan dalam bentuk pil.

“Pada dasarnya pil itu hanya berisi bakteri, dan bentuknya seperti selai kacang,” katanya dalam program "World Today".

"Pil itu tidak bau karena semua zat sudah dicuci dan pada dasarnya kita hanya menambahkan sedikit garam agar sedikit ringan, dan kemudian kita masukkan ke dalam kapsul.”

Kapsul itu akan menyalurkan bakteri ke tempat yang tepat karena hanya akan hancur jika sudah sampai di perut.

Pengobatan antibiotik tradisional bisa sangat membahayakan bagi perut pasien. Karenanya, saat ini ada metode baru berupa transplantasi bakteri usus yang telah terbukti berhasil.

Sampai saat ini cara terbaik untuk mendapatkan bakteri baik kembali adalah dengan mengambil  sampel tinja dari donor yang sehat dan sistem transplantasi dubur dasar.

Dr Louie mengatakan, pengobatan bakteri Clostridium difficile dengan cara tradisional dalam banyak kasus bisa meningkatkan kemungkinan tumbuhnya infeksi baru.

"Ketika kita mengobati bakteri ini dengan standar antibiotik, kita juga merusak flora di perut  dan itu yang menyebabkan infeksi kembali kambuh,” katanya.

Profesor Thomas Riley, salah seorang pakar bakteri Clostridium difficile di Australia, mengatakan, selama ini transplantasi feses sudah sangat berhasil.

"Hasil transplantasi feses sangat bagus. Responsnya 90-95 persen lebih baik dari pengobatan melalui obat-obatan,” ujarnya.

Dia mengatakan, dokter perlu memastikan donasi feses yang akan digunakan tidak mengandung bakteri yang bisa menulari infeksi.

"Donasi feses harus diteliti dulu apakah mengandung parasit atau cacing atau tidak,” kata Profesor Riley.

"Biasanya para donor juga terdiri dari anggota keluarga pasien, jadi bukan orang asing, dan itu hal yang penting juga."

"Setidaknya Anda tahu dari mana sampel feses itu berasal—itu bukan dari seseorang yang tidak Anda kenal. Donor harus berasal dari keluarga sendiri."

Meski demikian, Dr Louie mengaku metode temuannya jauh lebih baik daripada transplantasi feses di perut. Menurutnya, meminum pil tinja masih belum umum dilakukan dan ada faktor menjijikkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Terpopuler

komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau