Fosil primata kecil yang ditemukan ini kira-kira hanya berbobot 0,22 kilogram, terdiri dari satu tulang rahang. Para peneliti menempatkannya dalam era akhir Eosen atau sekitar 33-35 juta tahun lalu.
Uniknya, gigi dalam rahang ini bukan seperti yang umumnya ditemui dalam antropoid di Asia. Mereka sepertinya lebih sebagai pemakan buah dan getah dibanding pemakan kacang-kacangan dan insektisida. Dengan demikian, para peneliti menyimpulkan bahwa antropoid ini merupakan bagian dari grup yag disebut amphipithecids yang hidup sepanjang Asia Tenggara, tetapi pada akhirnya punah.
Penemuan ini menegaskan teori bahwa awal evolusi manusia adalah dari Benua Asia—bukannya Afrika seperti yang selama ini diusulkan. Menurut teori, beberapa tipe dari hewan muncul di Afrika dan berevolusi menjadi monyet, kera, dan manusia. Ketiga jenis ini disinyalir berkembang lebih dulu di Asia, bukannya Afrika.
Lalu, pendahulu manusia ini berhasil mengarungi samudra dan mengembangkan diri menjadi monyet, kera, dan manusia seperti yang kita lihat sekarang ini. Penemuan ini juga mendukung teori bahwa beberapa pendahulu manusia aslinya bukanlah kaum pelopor, melainkan relatif dari para kaum pendahulu yang bisa berevelousi, tetapi bisa juga mengalami nasib lain: punah. (Zika Zakiya/National Geographic Indonesia)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.