MOJOKERTO, KOMPAS.com - Upaya mengamankan situs Trowulan di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, sudah dilakukan sejak 1983 sehingga terbit Rencana Induk Arkeologi Bekas Kota Kerajaan Majapahit. Meski demikian, pemerintah hingga saat ini belum menetapkan Trowulan sebagai kawasan cagar budaya.
”Sudah sekitar 30 tahun status Trowulan tak jelas,” kata Aris Sofyani, Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya Trowulan, Rabu (24/7/2013).
Ketidakjelasan status hukum membuat keberadaan situs-situs di Trowulan semakin terancam dari aktivitas komersial, termasuk penggalian tanah untuk pembuatan batu bata di sekitar situs. Padahal, jika ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya, keberadaan situs yang merupakan peninggalan ibu kota Kerajaan Majapahit itu bisa lebih terjaga.
Dari hasil penelitian arkeolog Nurhadi Rangkuti, diperkirakan luas ibu kota Majapahit sekitar 9 kilometer x 11 kilometer. Di kawasan itu juga sudah ditemukan 16 situs yang sudah dipugar tim arkeologi, seperti Candi Brahu, Candi Tikus, Telaga Segaran, dan Candi Bajangratu.
Dua tahun
Guru Besar Arkeologi Universitas Indonesia Mundardjito mengatakan, rencana induk disusun selama 1983-1985. Sebanyak 64 ahli arkeologi terlibat dalam penelitian di lapangan dan pengumpulan data.
Mundardjito mengakui, rencana induk memang bisa menjadi acuan untuk menetapkan Trowulan sebagai kawasan cagar budaya. Hanya saja, saat rencana induk itu dibuat, Indonesia belum mengenal istilah kawasan cagar budaya, tetapi baru sebatas perlindungan terhadap benda cagar budaya.
Perlindungan terhadap kawasan baru diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010. Jika status Trowulan sebagai kawasan cagar budaya tak kunjung ditetapkan, konflik antara warga dan dunia bisnis bisa terus terjadi. (IND)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.