KOMPAS.com — Di ketinggian dan kelembaban Gunung Kaputar, wilayah dekat Narrabri, barat laut New South Wales, Australia, ilmuwan menemukan dunia kecil yang kaya akan keanekaragaman hayati yang khas.
Dua spesies moluska ditemukan di wilayah tersebut. Satu spesies merupakan siput cantik berwarna merah jambu yang berukuran sekitar 20 cm, sementara satu lagi adalah siput karnivora yang juga kanibal.
Siput merah jambu sebenarnya sudah sering dijumpai oleh warga. Namun, baru akhir-akhir ini taksonom mengonfirmasi bahwa siput yang punya nama ilmiah Triboniophorus aff graeffei itu adalah fauna khas Gunung Kaputar.
Siput kanibal yang ditemukan juga dinyatakan khas Gunung Kaputar. Fauna ini hanya memakan siput pemakan tanaman yang hidup di wilayah yang sama.
Siput kanibal tampak memakan siput pemakan tumbuhan
Siput -siput yang ditemukan merupakan peninggalan dari masa ketika sebagian besar wilayah timur Australia masih berupa hutan lebat dan lembab. Saat itu, Australia masih menjadi bagian dari benua yang disebut Gondwana.
Erupsi gunung berapi yang terjadi 17 juta tahun lalu memusnahkan sebagian besar hutan. Hanya sedikit wilayah hutan yang tersisa, di antaranya di wilayah Gunung Kaputar. Dalam perkembangannya, hutan yang tersisa terisolasi dan justru menjadi surga spesies invertebrata yang khas.
Spesies-spesies yang ditemukan di Gunung Kaputar secara genetik berbeda. Spesies tersebut hanya bisa ditemukan di wilayah berukuran 10 x 10 kilometer di puncak Gunung Kaputar.
Berdasarkan keunikan area Gunung Kaputar, Scientific Comitee New South Wales menyatakan bahwa Gunung Kaputar adalah "komunitas ekologi yang terancam" serta membutuhkan perlindungan dari gangguan dan ancaman akibat pembangunan.
"Spesies-spesies ini berevolusi dari nenek moyang yang merupakan hewan darat dan terisolasi di lingkungan yang tak bersahabat saat kondisi mulai kering," ungkap Scientific Comitee dalam laporannya seperti dikutip Sydney Morning Herald, Rabu (29/5/2013).
Sebagai akibatnya, spesies-spesies yang ada di Gunung Kaputar rentan terhadap perubahan iklim yang dipicu oleh faktor manusia. Bukan tak mungkin, akibat perubahan iklim, kekayaan hayati yang khas itu akan sirna.
Ilmuwan mengingatkan, kenaikan suhu 2 derajat celsius saja akan mampu membuat wilayah puncak gunung kering.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.