KOMPAS.com — Ilmuwan berhasil menemukan bukti pertama adanya alam semesta lain. Keberadaan alam semesta lain telah didiskusikan sejak lama. Namun, tak ada bukti kuat tentang keberadaannya.
Bukti pertama keberadaan alam semesta lain ditemukan lewat analisis peta radiasi sinar kosmik yang dibuat berdasarkan data wahana Planck.
Radiasi sinar kosmik adalah radiasi yang ditinggalkan saat peristiwa Big Bang 13,8 miliar tahun yang lalu.
Planck menggali data radiasi sinar kosmik sejak semesta masih berusia 370 tahun. Radiasi ini sudah tampak redup. Namun, Planck masih mampu membaca karena sensitivitasnya.
Bukti adanya alam semesta lain yang ditemukan adalah adanya anomali pada penyebaran radiasi sinar kosmik.
Menurut ilmuwan, secara umum, radiasi seharusnya tersebar merata ke seluruh wilayah langit. Namun riset menunjukkan, radiasi lebih kuat di satu bagian langit tertentu.
Bukti lain adalah adanya "cold spot". Adanya cold spot menunjukkan bahwa ada satu wilayah langit yang lebih dingin dari sekitarnya.
Laura Mersini-Houghton, pakar fisika teoretik dari University of North Carolina, mengatakan bahwa anomali penyebaran radiasi sinar kosmik dan adanya cold spot menunjukkan adanya semesta lain.
"Anomali disebabkan oleh semesta lain yang menarik semesta kita yang terbentuk saat Big Bang," kata Mersini-Houghton.
"Anomali dan cold spot adalah bukti kuat pertama eksistensi semesta lain yang kita tahu," imbuh Mersini-Houghton seperti dikutip The Australian, Minggu (19/5/2013).
Menurut Mersini-Houghton, fisika saat ini belum mampu menerangkan anomali dan cold spot selain hubungannya dengan semesta lain.
Mersini-Houghton akan menguraikan hasil penelitiannya lebih detail dalam festival How The Light Gets In festival di Hay-on-Wye dan konferensi kosmologi di Oxford.
Menanggapi hasil penelitian Mersini-Houghton, Malcom Perry dari Universitas Cambridge mengatakan, temuan ini menarik. "Sangat tepat bahwa ini menjadi bukti pertama adanya semesta lain," katanya.
Sementara, George Efstathiou, profesor astrofisika dari Universitas Cambridge mengatakan bahwa interpretasi hasil penelitian memang spekulatif, tetapi menarik.
"Ide ini mungkin terdengar sinting, sama seperti ide tentang Big Bang 3 generasi lalu. Namun kita mendapatkan bukti dan sekarang hasil riset ini mengubah pemahaman kita tentang semesta," urainya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.