KOMPAS.com — Pada Juni 1908, sebuah ledakan besar terjadi di Tunguska, Siberia, Rusia. Kekuatan ledakan 1.000 kali kekuatan bom Hiroshima, yang meratakan area seluas kota Tokyo.
Penyebab ledakan masih dipertanyakan. Namun, teori yang paling diterima menyatakan, ledakan terjadi akibat adanya asteroid atau komet yang masuk ke atmosfer Bumi dan meledak. Meski dampak ledakan terhadap lingkungan besar, korban meninggal sangat sedikit. Tak ada saksi, tak ada kawah jejak ledakan.
Kini, diberitakan Livescience, Kamis (2/5/2013), Andrei E Zlobin, peneliti dari Russian Academy of Sciences, Vernadsky State Geological Museum, berhasil mengidentifikasi batu yang mungkin adalah meteorit sisa ledakan itu.
Zlobin mendapatkan meteorit tersebut lewat ekspedisi tahun 1988 di lokasi ledakan Tunguska. Ia mendapatkan 100 batu yang berpotensi merupakan meteorit. Ada 3 batu yang paling menarik, masing-masing dinamai Dental Crown, Whale, dan Boat. Yang terbesar adalah Whale, beratnya 10,4 gram.
Menurut Zlobin, batu-batu tersebut memiliki lekukan permukaan yang dangkal, yang kadang dijumpai pada batu antariksa yang memasuki Bumi.
Menurut perhitungan Zlobin, ledakan Tunguska tak menghasilkan panas yang cukup di atas permukaan Bumi. Dengan demikian, batu-batu tersebut tak mungkin merupakan batu Bumi yang terbakar, tetapi pasti batuan antariksa yang sempat "dimasak" di atmosfer.
Temuan Zlobin telah dimasukkan ke situs web arXiv.org. Namun demikian, kebenaran bahwa batu-batu itu memang sisa ledakan Tunguska masih harus dipastikan lewat analisis kimia.
Jika batu-batu itu memang meteorit, maka temuan Zlobin merupakan temuan pertama batu jejak ledakan Tunguska. Selain itu, temuan ini akan memberi kesempatan kepada ilmuwan untuk memahami ledakan Tunguska itu sendiri.
Sementara itu, Zlobin menduga bahwa ledakan Tunguska dipicu oleh masuknya sebuah komet yang massa jenisnya sama dengan komet Halley. Tiga batu yang paling menarik adalah pecahan dari komet berlapis es yang memasuki atmosfer Bumi itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.