UTRECHT, KOMPAS.com — Teks kuno Mesir yang ditulis 1.200 tahun lalu menyuguhkan cerita kontroversial tentang kisah penyaliban Yesus. Teks tersebut ditulis dalam bahasa Koptik, bahasa terakhir dari bahasa Mesir.
Teks tersebut kini diterjemahkan oleh Roelof van den Broek dari Utrect University di Belanda. Terjemahan teks itu dikemas dalam buku berjudul "Pseudo-Cyril of Jerusalem on the Life and the Passion of Christ" (Brill, 2013).
Dikutip Livescience, Rabu (13/3/2013), van den Broek mengungkapkan beberapa kisah kontroversial penyaliban yang sama sekali berbeda dengan versi cerita Alkitab. Salah satunya tentang Yesus dan Pontius Pilatus, jaksa yang menuntut penyaliban Yesus.
Dalam teks Mesir ini, Pontius Pilatus menawarkan opsi pada Yesus. Jika Yesus bersedia, maka Pilatus akan menggantikan Yesus dengan anaknya sendiri. Dengan demikian, anak Pontius Pilatus-lah yang disalib.
Dalam teks, Pilatus mengatakan pada Yesus, "Lalu malam datang, terbit dan berlalu, dan kala pagi menjelang dan mempersalahkanku karenamu, aku akan memberikan pada mereka satu-satunya putraku sehingga mereka dapat membunuhnya untuk menggantikan tempatmu."
Yesus dikisahkan menolak tawaran tersebut. Ia mengatakan bahwa ia bisa saja melarikan diri jika menginginkannya. Namun, Yesus memilih menerima jalan hidupnya, akhirnya disalib, dan wafat pada hari yang disebut Jumat Agung.
Dikisahkan pula bahwa Pilatus dan istrinya telah mendapat penglihatan terkait kematian Yesus. Mereka melihat elang terbunuh. Dalam gereja Koptik dan Ethiopia, Pilatus dianggap sebagai seorang santo.
Fakta mengejutkan lain adalah tentang Perjamuan Terakhir. Dalam Alkitab, perjamuan tersebut diadakan pada hari yang disebut Kamis Putih. Yesus makan malam dengan murid-muridnya, sehari sebelum diri-Nya wafat disalib.
Versi berbeda muncul dalam teks Mesir ini. Yesus tidak mengadakan Perjamuan Terakhir pada hari Kamis, melainkan hari Selasa. Perjamuan terakhir juga tidak dilakukan bersama murid-muridnya, tapi bersama Pontius Pilatus. Yesus dibawa ke hadapan Caiaphas dan Herodes.
Teks pun mengungkap alasan Yudas Iskariot mencium Yesus. Menurut teks itu, Yesus kadang berubah wujud, kadang menjadi kemerahan, kadang menjadi putih gandum. Kadang menjadi tua, kadang menjadi muda. Ciuman Yudas membantu mengidentifikasi.
Teks itu ditulis oleh seseorang bernama St. Cycril dari Yerusalem. Menurut van den Broek, Cycril tak benar-benar memiliki gelar Santo. Cycril dalam awal teks juga mengatakan bahwa dirinya menemukan buku terkait hidup dan mati Kristus. Namun, buku itu mungkin tak benar-benar ada.
Van den Broek mengungkapkan, di Mesir, Alkitab telah dikanonisasi pada abad keempat atau kelima Masehi. Namun, cerita simpang siur dan tidak benar tentang hidup dan mati Kristus tetap populer di kalangan pemeluk Kristen dan biarawan.
Van den Broek pun mengatakan bahwa penulis teks ini belum tentu juga percaya pada apa yang ditulisnya. "Orang pada masa itu walaupun berpendidikan, tapi tak memiliki sikap kritis pada sejarah. Keajaiban dipercaya dan mengapa cerita lalu harus benar?" katanya.
Teks ini pertama kali berada di Biara St. Michael di Mesir. Teks tersebut dikatakan merupakan hadiah dari Bapa Paulus, seorang biarawan. Teks sempat hilang ketika biara berhenti beroperasi pada abad 10, tetapi ditemukan kembali tahun 1910. Kini, teks dipamerkan di Morgan Library and Museum di New York.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.