GOTTINGEN, KOMPAS.com - Berapa molekul air yang dibutuhkan untuk membentuk kristal es? Pertanyaan ini mungkin dianggap tidak penting. Tapi, topik ini menjadi kajian menarik bagi tim ilmuwan asal Jerman.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, tim peneliti pimpinan Thomas Zeuch dari University of Goottingen dan Udo Buck dari Max Planck Institute for Dynamic Research and Self Organization melakukan analisis dengan bantuan spektrometer massa dan spektroskopi inframerah.
Pada kluster molekul air, tim ilmuwan menambahkan molekul sodium. Penambahan memungkinkan analisis dengan spektrometer massa dan spektroskopi inframerah bisa dilakukan secara bersamaan. Penelitian dilakukan di bawah suhu titik beku.
Spektroskopi inframerah memungkinkan ilmuwan mengetahui frekuensi gelombang inframerah yang diserap oleh ikatan kimia di molekul air. Frekuensi yang diserap oleh ikatan pada molekul air yang cair dan es berbeda.
"Kami berhasil menentukan awal proses kristalisasi, proses dimana inti dari kluster air yang ada membentuk kristal es. Ini butuh sekitar 275 molekul," ungkap Zeuch seperti dikutip oleh Chemistry World, 20 September 2012 lalu.
"Dengan menambahkan molekul, kristal dalam kluster berkembang. Untuk kurang lebih 475 molekul, kluster menjadi kristal nano yang menunjukkan spektrum es. Di sana, kita mendapatkan gambaran penuh proses perubahan dari amorf menjadi kristal es," tambahnya.
Jumlah molekul dalam kluster yang terlalu sedikit tidak dapat membentuk es karena tidak cukup untuk membentuk struktur dasar kristal es yang berbentuk segi enam dan ruang diantaranya.
Publik mungkin bertanya apa aplikasi penelitian ini. Menurut Christoph Salzmann, peneliti yang mempelajari material kristal, penelitian yang dilakukan Zeuch dan Buck adalah pencapaian besar dan tidak mudah dilakukan. Ke depan, pengetahuan yang dihasilkan bisa digunakan untuk beragam penelitian aplikatif.
Zeuch dan Buck mengatakan, metode yang dipakai dalam penelitian ini bisa digunakan untuk meneliti proes kristalisasi pada molekul lain, misalnya alkohol. Penelitiannya dipublikasikan di jurnal Science, 21 September 2012 lalu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.