Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gempa Aceh Sinyal Pembentukan Lempeng Tektonik Baru

Kompas.com - 27/09/2012, 12:29 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis

LONDON, KOMPAS.com — Gempa yang mengguncang Aceh, tepatnya Simeule, 11 April 2012, punya banyak keistimewaan dan dampak serta diperkirakan menjadi bagian dari proses pembentukan lempeng baru.

Demikian hasil studi ilmuwan yang dipublikasikan di jurnal Nature, Rabu (26/9/2012). Ada tiga makalah ilmiah yang menguraikan hasil riset tentang gempa sesar geser yang terbesar sepanjang sejarah itu.

Makalah pertama yang didasarkan pada penelitian yang dipimpin Matthias Delescluse mengungkap bahwa gempa Aceh adalah bagian dari proses terpecahnya lempeng Indo-Australia membentuk lempeng baru.

"Ini adalah bagian dari proses pecahnya sebuah lempeng. Ini adalah proses geologis. Ini memakan waktu jutaan tahun untuk membentuk batasan lempeng baru dan akan ada ribuan gempa yang dibutuhkan," kata Keith Koper dari University of Utah, salah satu peneliti.

Delescluse dari Ecole Normale Superiure di Paris seperti dikutip BBC, Rabu, menyatakan, "Proses ini akan memakan waktu 8-10 juta tahun. Jadi, Anda bisa membayangkan panjangnya proses yang dibutuhkan untuk membentuk batasan baru."

Sumatera terletak di atas pertemuan lempeng Sunda dan Indo-Australia. Lempeng itu bergerak satu sama lain dengan kecepatan 15 cm per tahun. Lempeng Indo-Australia yang merupakan bagian besar Samudra Hindia bergerak ke bawah Sunda.

Gesekan antara dua lempeng tersebut merupakan akar dari banyak gempa besar di Indonesia, termasuk gempa bermagnitudo 9,1 yang terjadi 26 Desember 2004 serta memacu gelombang tsunami yang menewaskan ratusan ribu orang.

Gempa yang terjadi 11 April 2012 lalu terjadi tepat di lempeng Indo-Australia. Terjadi deformasi yang kompleks pada lempeng terjadinya gempa. Deleusche mengatakan, bukti menunjukkan bahwa pergerakan lempeng menyebabkan stres di bagian tengah.

"Australia telah bergerak terhadap India dan India telah bergerak relatif terhadap Australia," kata Deleusche saat diwawancara dalam BBC World Service Science In Action Programme.

"Mereka terpisah oleh banyak patahan. Dan, jika Anda melihat Bumi saat ini, di antara banyak lempeng hanya ada satu patahan. Jadi, proses yang kita bicarakan adalah proses bagaimana dari beberapa patahan menjadi hanya satu," kata Deleusche.

"Itulah pertanyaannya, kita tidak tahu seberapa panjang waktu yang dibutuhkan untuk melemahkan satu sehingga akan melokalisasi deformasi dan menghentikan yang lain untuk aktif. Saat ini, ada banyak patahan di Samudera Hindia yang aktif," tambah Deleusche.

Makalah kedua yang dipublikasikan mengungkap mekanisme terjadinya gempa Simeulue. Thome Lay dari University of California, Santa Cruz, menguraikan bahwa ada 4 patahan yang terlibat gemnpa saat itu.

Menurutnya, tiga patahan paralel satu sama lain sementara satu tegak lurus. Gempa diduga merupakan gempa dalam lempeng terbesar yang p[ernah terjadi sepanjang sejarah. Livescience memberitakan, patahan tempat terjadinya gempa ini sudah "tidur" 45 juta tahun lalu.

Dalam makalah ketiga, diungkapkan bahwa gempa Simeuleu memacu ganyak gempa lain di dunia. Dr Fred Pollitz dan rekannya dari United States Geological Survey (USGS) menelitinya.

"Dari kebanyakan gempa bumi, Anda bisa memperkirakan peluang gempa susulan takkan lebih dari jarak 1.000 km," katanya.

"Tapi, gempa April 2012 memicu banyak gempa besar dan berpotensi menghancurkan di seluruh dunia, dengan waktu delay beberapa jam hingga beberapa hari. Ini secara efektif memperluas jangkauan gempa susulan hingga ke seluruh dunia," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com