Indonesia Sering "Kecolongan" Publikasi Ilmiah

Kompas.com - 09/04/2012, 08:35 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kecolongan publikasi yang merugikan peneliti Indonesia telah terjadi beberapa kali. Publikasi hasil kerjasama riset dengan asing sering tidak mencantumkan nama peneliti Indonesia sebagai author ataupun co-author.

Terakhir, "kecolongan" publikasi terjadi pada temuan spesies dan genus tawon baru, Megalara garuda. Publikasi hasil kerjasama riset antara Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan University of California, Davis tersebut tak mencantumkan nama peneliti LIPI.

Arkeolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Daud Aris Tanudirdjo, mengatakan bahwa kecolongan publikasi memang sering terjadi dalam dunia penelitian di Indonesia. Tidak cuma pada bidang ilmu pengetahuan alam, tetapi juga sosial.

"Salah satunya ya soal Homo floresiensis (manusia Flores) dulu itu," kata Daud saat dihubungi Kompas.com, Minggu (8/4/2012).

Temuan Homo Floresiensis terlaksana lewat kerjasama Pusat Penelitian Arkeologi Nasional dengan Australia. Beberapa publikasi tidak menyertakan nama peneliti Indonesia. Konferensi pers juga diadakan tanpa didampingi peneliti dari Indonesia.

"Selain itu ada lagi penemuan arkeologi di gua di Kalimantan Timur yang tak menyertakan peneliti Indonesia," tambah Daud.

Menurut Daud, kasus kecolongan publikasi bisa terjadi karena beberapa sebab, baik dari faktor peneliti Indonesia maupun peneliti asing yang diajak bekerjasama.

"Dari sisi peneliti Indonesia, kadang juga kurang memiliki kesadaran. Seakan-akan kalau sudah menerima insentif itu sudah puas. Padahal, secara akademik mereka punya hak," tutur Daud.

"Sementara dari peneliti asingnya, bisa saja mereka mengabaikan," imbuhnya.

Untuk mencegah kecolongan publikasi, Daud mengungkapkan, walaupun persoalan co-authorship adalah etika penelitian, ada baiknya hal tersebut sudah dicantumkan dalam Nota Kesepahaman sebelum kerjasama.

Selain itu, kesadaran peneliti Indonesia untuk diikutsertakan namanya dalam publikasi juga perlu ditingkatkan.

Dalam penelitian arkeologis misalnya, bukan cuma peneliti yang berhak, kolektor lapangan dalam penelitian ataupun teknisi yang menyumbangkan banyak metode pun pantas dimasukkan sebagai author.

Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVBMG), Surono, mengatakan agar tak segan-segan memutus kerjasama dengan pihak asing jika terbukti melanggar Nota Kesepahaman.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Terpopuler

komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau