KOMPAS.com — Tukirin Partomihardjo biasanya tinggal di kepulauan gunung api tanpa penduduk itu selama satu atau dua minggu, tetapi pernah juga hingga 45 hari. Pengalaman hidup sempadan maut di Krakatau tak membuatnya kapok. Saat itu, Tukirin dan tiga kru Zebra Film hendak membuat film dokumenter baru saja mendarat di pantai Anak Krakatau ketika tiba-tiba gunung api itu meletus hebat. Bom batuan pijar dan abu mengepung.
Mereka terjebak di pulau itu, sementara perahu nelayan yang mengantarkan mereka memilih menjauh karena ketakutan. "Kami tidak tahu bagaimana akhirnya bisa selamat. Semuanya lari Setelah agak reda, baru kami dijemput. Sampai sekarang saya masih menganggapnya keajaiban," kata dia.
Tukirin mendapat julukan "King of Krakatau", "Raja Krakatau". Julukan "Sang Raja Krakatau" ini awalnya dipopulerkan para peneliti dari Jepang.
Bagaimana Anda mendapat julukan ini?
Awalnya, profesor pembimbing saya di Universitas Kagoshima, yang kemudian pindah ke Universitas Kyushu, menceritakan tentang saya kepada mahasiswanya sebagai "orang kuat dari Krakatau". Mungkin maksudnya bercanda, tetapi waktu saya diundang ke Kyushu tiba-tiba saya diajak panco oleh salah satu mahasiswa di sana.
Dia masih muda dan badannya besar. Saya waktu itu sudah berumur 55 tahun, sedangkan dia berumur 29 tahun. Jadi, bisa dibayangkan, kalau panco, sekali dipegang pasti saya kalah. Tapi, dia rupanya sangat serius dan memaksa untuk membuktikan ucapan profesor pembimbing saya itu.
Lalu saya bilang, saya baru mau meladeni kalau kamu ke Krakatau karena saya terkenal sebagai orang kuat dari Krakatau. Singkat cerita, dia melakukan penelitian ke Krakatau dan begitu tiba di sana kembali dia menantang saya panco. Karena saya merasa kok anak muda kurang ajar, serius nantang orang tua panco, akhirnya saya kerjai dia. Saya mau panco di puncak Gunung Rakata.
Lalu kami berdua naik ke gunung, pagi-pagi berangkat dan berencana sampai jam 12 siang. Saya sudah pengalaman dan tahu medan, tetapi dia tidak tahu medan. Apalagi badannya besar, tidak cocok untuk mendaki gunung. Baru setengah perjalanan dia sudah menyerah. Saya paksa dia untuk naik, saya dorong dan tarik dia agar bisa naik sampai ke atas. Sampai tertatih-tatih. Akhirnya dengan tenaga yang tersisa dia sampai ke puncak.
Begitu sampai di atas, saya tawari untuk main panco. Tetapi, karena tangannya sudah rusak kena batu-batu dan duri akibat terperosok berkali-kali, akhirnya dia menyerah tanpa saya harus menyentuh tangannya. Dia pun mengaku kalah. Akhirnya kami turun dan saya anggap sudah tidak ada berita soal panco.
Tetapi saya salut dengan orang Jepang, dia begitu konsekuen. Begitu tiba di bawah, di depan banyak orang, tanpa malu-malu dia mencium kaki saya dan mengatakan,"Tukirin you are a real King of Krakatau."