Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penanganan Masih Parsial

Kompas.com - 09/10/2009, 19:35 WIB

 

SEMARANG, KOMPAS.com -  Kerusakan lingkungan yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia selama ini belum ditangani secara menyeluruh melalui kerjasama antardaerah . Penanganannya masih bersifat parsial sehingga tidak pernah menyentuh penyebab kerusakannya.

"Masih terdapat egoisme dalam penanganan kerusakan lingkungan. Penyebab dan akibat dari suatu kerusakan tidak bisa terselesaikan dengan dibatasi wilayah administrasi," ujar Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Profesor Hariadi Kartodih ardjo, dalam seminar  Eco Region di Era Otonomi Daerah di kampus Universitas Diponegoro (Undip), Kota Semarang, Jawa tengah, Jumat (9/10).

Turut sebagai pembicara dalam seminar itu, Kepala Badan Lingkungan Hidup Jateng Djoko Sutrisno, pakar kebijakan publik Undip Teguh Yuwono, dan Kepala Bidang Ekonomi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Jateng Arief Sambodo.

Menurut Hariadi, kerusakan lingkungan harus dilihat melalui paradigma ekoregion agar dapat diselesaikan secara menyeluruh. Penanganann ya tidak melihat batas administrasi dan batas sektoral, tetapi bertumpu pada isu kritis yang harus ditangani.

Paradigma ekoregion dapat digunakan dalam mengatasi masalah yang terdapat di daerah aliran sungai (DAS) karena umumnya melintasi lebih dari satu kabupaten/kota. Penanganan di kawasan hulu memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap kondisi di hilir.

"Namun, masalah di DAS itu tidak dapat terselesaikan jika tidak ada komitmen politik dan dukungan anggaran dari masing-masing daerah," kata Hariadi.

Teguh Yuwono menuturkan, penanganan masalah lingkungan sangat ditentukan komitmen pemimpin daerah dalam menyelesaikannya. Hal itu dapat dilihat dari jumlah anggaran yang dialokasikan untuk lingkungan dan tindakan penyelamatan yang dilakukan.

Pakar lingkungan dari Universitas Diponegoro Sudharto P Hadi menambahkan, penanganan kerusakan lingkungan yang masih parsial disebabkan pola pikir pemimpin daerah yang terfragmentasi.  Dia mencontohkan, banjir di Kota Semarang yang disebabkan meluapnya air di Sungai Banjir Kanal Timur dan Banjir Kanal Barat selama ini tidak pernah terselesaikan karena tidak pernah ada kerja sama antara daerah yang terdapat di hilir dan di hulu.

"Yang terjadi justru saling lempar tanggung jawab antara satu daerah dan daerah lainya jika ada kerusakan di bagian wilayah tertentu," katanya.

Di Jateng, terdapat lima D AS yang semuanya masih dalam kondis i kritis, yaitu DAS Bengawan Solo, DAS Jratun Seluna (Jragung, Tuntang, Serang, Lusi, dan Juwana), DAS Serayu, DAS Progo Luk Ulo -Bogowanto dan DAS Pemali Comal.

Djoko Sutrisno mengungkapkan, penyelesaian masalah DAS di Jateng belum efektif karena luasan kegiatan yang ditangani masih relatif kecil dibandingkan luasan lahan kritisnya. Selain itu, kerja sama antar sektor dan daerah masih belum padu untuk menangani obyek masalah yang dituju.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com