Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Protokol Copenhagen Punya Harapan Lebih Baik

Kompas.com - 01/10/2009, 20:44 WIB

Laporan wartawan Kompas Caesar Alexey dari Los Angeles

LOS ANGELES, KOMPAS.com - Langkah berbagai negara untuk menyusun kesepakatan yang baru mengenai perubahan iklim mulai mendapat harapan yang lebih baik. Amerika Serikat menyatakan mau turut mengurangi emisi gas rumah kaca yang mereka hasilkan.

"Harapan bagi Protokol Copenhagen bakal lebih cerah daripada Protokol Kyoto. Jika negara adidaya itu mau turut berpartisipasi mengurangi pencemaran guna menahan laju perubahan iklim, negara-negara lain akan lebih mudah diajak untuk berperan serta," kata Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, dalam pembukaan Governors Global Climate Change Summit di Los Angeles, Amerika Serikat, Rabu (30/9).

Governors Global Climate Change Summit adalah salah satu pertemuan pendahuluan tingkat pemerintah daerah dari seluruh negara sebelum menyusun kesepakatan lingkungan tingkat dunia di Copenhagen, Denmark, atau yang lebih dikenal sebagai Protokol Copenhagen, pada Desember 2009 mendatang. Protokol Copenhagen disusun guna menggantikan Protokol Kyoto yang tidak pernah ditandatangani Amerika Serikat.

Pada kesempatan yang sama, Administrator of The US Enviromental Protection Agency, Lisa P Jackson mengatakan, pemerintahan AS di bawah Presiden Barack Obama memberi perhatian besar pada pengembangan energi bersih yang rendah karbon. Saat ini sedang disusun undang-undang mengenai energi bersih untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.

"Tidak ada alasan lagi untuk menunda langkah guna menangani perubahan iklim . AS akan menentukan target untuk menurunkan emisi gas rumah kaca pada 2020," kata Lisa.

Dorongan bagi Presiden Barack Obama untuk turut berpartisipasi dalam penanganan perubahan iklim juga disuarakan oleh Gubernur Washington Chris Gregoire dan Gubernur California Arnold Schwarzenegger. Chris Gregoire mengatakan, semua gubernur sudah bertindak di wilayah mereka untuk me ngatasi perubahan iklim. Saat ini, perlu tindakan kongkret dari pemerintah nasional AS untuk mengatasi pemanasan global.  

"Perlu kolaborasi global untuk mengatasi perubahan iklim karena dampaknya akan dan sudah dirasakan oleh warga di berbagai negara. Jika perlu, harus ada revolusi dan otot yang kuat untuk menurunkan emisi karbon. Pemerintah subnasional sudah bertindak, kini giliran pemerintah nasional bertindak," kata Arnold, yang merupakan mantan binaragawan dan aktor Hollywood.

Sementara itu, Fauzi Bowo menyuarakan mengenai pentingnya pelibatan pemerintah kota dan provinsi dalam penanganan perubahan iklim dalam Protokol Copenhagen. Pemerintah daerah dinilai memegang peranan kunci untuk menurunkan emisi gas rumah kaca di setiap wilayah.

Di sisi lain perlu ada transparansi teknologi dalam efisiensi energi dan pengurangan penggunaan bahan bakar karbon. Fauzi Bowo meminta agar negara maju tidak mengeksklusifkan teknologi semacam ini dan tidak menjualnya dengan harga terlalu mahal karena bakal menghambat negara berkembang untuk turut mengurangi emisi gas rumah kaca.

Fauzi Bowo juga meminta kemudahan prosedur dalam perdangangan karbon atau carbon trade. Carbon trade adalah insentif yang diberikan kelompok negara-negara maju pada negara berkembang yang beru saha menurunkan emisi gas karbon.

"Usaha Jakarta untuk mendapatkan insentif dari carbon trade banyak yang gagal hanya karena masalah prosedur, bukan substansi. Padahal, bus Transjakarta dan tempat pengolahan sampah terpadu Bantargebang sudah mampu mengurangi polusi karbondioksida dan gas metan, yang menjadi pemicu pemanasan global," kata Fauzi Bowo.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com